Di Balik Harapan Perubahan Nama Komdigi
M Syahri Ramadhan (Dosen Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya)-ist-
SUMATERAEKSPRES.ID - Adanya perubahan nomenklatur Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menjadi Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) seyogianya harus disambut baik. Pemenggalan kata informatika yang bertransformasi ke digital merupakan respons pemerintah terhadap perkembangan digitalisasi di Indonesia.
Ruang lingkup digital seyogianya mempunyai ruang lingkup yang luas dibandingkan informatika. Sebagaimana disampaikan Wakil Menteri Komdigi Nezar Patria, perubahan nama tersebut merupakan upaya menciptakan internet yang ramah untuk anak. Mengingat dunia maya sudah dapat dimanfaatkan oleh setiap kalangan tanpa mengenal usia.
Mengubah nomenklatur suatu institusi pemerintah apalagi sekelas kementerian, harus memang dilandasi aspek sosiologis, filosofis dan yuridis yang kuat.Sekitar 16 tahun lalu, tepatnya sejak diterbitkannya UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, merupakan komitmen awal pemerintah dalam meregulasi persoalan teknologi.
BACA JUGA:Sertifikasi Kominfo Terbit, Samsung Galaxy Ring Segera Hadir di Indonesia, Ini Sederet Fiturnya
BACA JUGA:Kemenkominfo Galakkan Kampanye Anti Judi Online Melalui Car Free Day
Puncaknya pada badai pandemi virus Covid -19 melanda ke semua negara termasuk Indonesia. Interaksi di ruang publik sepeti pusat pembelanjaan, institusi pendidikan, hingga kantor pemerintahan harus ditutup demi memutus rantai virus tersebut.Masyarakat mau tidak mau harus memanfaatkan platform daring untuk bertahan hidup. Mulai dari kegiatan belajar mengajar, belanja hingga perkantoran semuanya dialihkan ke dalam ruang digital.
Evolusi kehidupan masyarakat pun terjadi akibat kebiasaan pemakaian platform digital hingga pasca pandemi. Menurut data Kementerian Perdagangan, jumlah pengguna e-commerce di Indonesia meningkat 69% selama periode 2020-2024. Selanjutnya, berdasarkan data OJK, jumlah pinjaman melalui pinjaman online (pinjol) semakin tinggi. Pinjaman melalui peer-to-peer lending (P2P) tercatat jumlahnya sudah menembus Rp66,79 triliun pada Juni 2024. Hal ini mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan tahun lalu, yang dimana jumlah utang pinjol berada di angka Rp52,70 triliun.
Bahkan, data yang dikeluarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2022, menyatakan Sumatera Selatan (Sumsel) menempati urutan ke -7 (tujuh) dari 10 provinsi dengan jumlah entitas peminjam terbanyak di Indonesia. Sebanyak 305. 792 warga harus berkutat dengan utang piutang digital tersebut (Sumatera Ekspres, Sabtu, 15 Juli 2023)
Tingginya antusiasme terhadap platform daring ternyata tidak luput dari masalah sosial lainnya. Masalah tersebut antara lain merebaknya kasus ujaran kebencian (hate speech), info hoax, cyber bullying, judi online (judol), hingga baru - baru ini ialah kasus peretasan (hacking). Khusus persoalan peretasan (hacking), pemerintah sudah mengantisipasinya dengan menerbitkan UU No 27/2022 tentang Pelindungan Data Pribadi. Bahkan, dalam undang - undang tersebut isu krusial terkait Digitalisasi sektor bisnis, pendidikan, kesehatan dan pemerintahan juga dibahas.
BACA JUGA:Suasana Seru Lomba Karaoke di Stand Dinkominfo Muba Dimeriahkan Orgen Tunggal
BACA JUGA:Stand Kominfo Muba Dipadati Pengunjung, Lomba Nyanyi dan Kuis Menjadi Daya Tarik Utama
Hal inidapat dilihat pada penjelasan umum UU No 27/2022 tentang Pelindungan Data Pribadi menyebutkan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang melaju dengan pesat telah menimbulkan berbagai peluang dan tantangan. Teknologi informasi memungkinkan manusia untuk saling terhubung tanpa mengenal batas wilayah negara sehingga salah satu faktor pendorong globalisasi.
Berbagai sektor kehidupan telah memanfaatkan sistem teknologi informasi, seperti penyelenggaraan electronic commerce (e-commerce) dalam sektor perdagangan/bisnis, electronic education (e-education) dalam bidang pendidikan, electronic health (e-health) dalam bidang kesehatan, electronic government (e-goverment) dalam bidang pemerintahan, serta teknologi informasi yangdimanfaatkan dalam bidang lainnya. Pemanfaatan teknologi informasi tersebut mengakibatkan Data Pribadi seseorang sangat mudah untuk dikumpulkan dan dipindahkan dari satu pihak ke pihak lain tanpa sepengetahuan Subjek Data pribadi, sehingga mengancam hak konstitusional Subjek Data Pribadi.
Merujuk kepada analisis di atas, menurut penulis sudah sepantasnya nomenkaltur kominfo berubah menjadi komdigi. Kementerian yang saat ini dikomandoi Meutya Hafid, mempunyai 3 (tiga) tantangan dalam waktu dekat yaitu pinjol, judol dan pelindungan data pribadi. Pada hakekatnya, pemerintah melegalkan kegiatan pinjol tersebut. Namun yang menjadi kendala semakin menjamurnya perusahaan pinjol ilegal. Dengan iming – iming proses administrasi yang mudah dan hanya membutuhkan waktu beberapa menit untuk mendapatkan pinjaman. Secara otomatis banyak masyarakat tergiur dengan tawaran tersebut.