Meraih IP 300 dengan PLTS Irigasi, Transisi Energi Bersih Menuju Netral Karbon 2060
PAKAI PLTS: Kantor Dinas ESDM Sumsel menggunakan PLTS atap sebagai salah satu sumber listrik perkantoran. Penggunaan EBT ini berhasil menghemat separuh tagihan listrik PLN.-foto: Rendi/Sumeks-
Sementara Hotel Santika Premiere Bandara Palembang memasang 910 modul panel surya di rooftop lobby, ballroom, dan kamar hotel dengan kapasitas PLTS mencapai 318,5 kWp atau 350 Wp per panel. “PLTS atap kita sistem on grid tanpa baterai, dan memenuhi sekitar 20-30 persen kebutuhan listrik hotel yang tegangannya mencapai 860 kVa. Selebihnya di-backup listrik PLN,” terang Engineer Santika Premiere, Fadli Peudada.
Kendati kontribusinya sedikit dan hanya menyuplai listrik hotel pada siang hari, namun penggunaan PLTS atap telah mengurangi biaya tagihan listrik PLN hingga 30-60 persen. “Sehari produksi PLTS kita mencapai 600 kWp-1 MWp tergantung sengat (suhu) matahari. Jika energi bersih yang dipanen sudah 80 persen, selebihnya 10-20 persen daya listrik akan diekspor ke PLN,” bebernya.
Fadli menjelaskan tagihan listrik PLN Hotel Santika Premier mencapai Rp200 juta per bulan. Lantaran menggunakan PLTS atap on grid sejak November 2020, Santika bisa hemat tagihan listrik PLN Rp30-35 juta per bulan, mengefisiensi sumber daya listrik 448.893 kWh setiap tahun. Paling penting, pihaknya turut berkontribusi mengurangi emisi CO2 sebesar 419.266 kg. Jumlah CO2 itu setara yang dihasilkan dari konsumsi 117.173 liter bensin, atau perlu menanam 5.260 pohon untuk menyerap CO2 tersebut.
Rumah Murah Pakai Panel Surya
Laporan Climate Transparency 2022 menyebutkan bangunan gedung turut menjadi kontributor emisi karbon di Indonesia, meliputi 4,6 persen emisi langsung (pembakaran untuk penghangat, memasak) dan 24,5 persen secara tidak langsung (jaringan listrik peralatan rumah tangga). Sehingga perlu mendorong efisiensi pemanfaatan energi, air, dan sumber daya pada bangunan perumahan lewat konsep Bangunan Gedung Hijau sebagaimana amanat PP Nomor 16 Tahun 2021 tentang Bangunan Gedung.
Untuk itu Kementerian PUPR memasifkan penggunaan PLTS atap pada sektor perumahan, dengan mengenalkan inisiatif strategis Indonesia Green Affordable Housing Program (IGAHP). Pemerintah menargetkan 1 juta unit rumah hijau hingga tahun 2030 dan 100 persen rumah bebas emisi karbon pada tahun 2050. Implementasi ini tentu saja butuh dukungan berbagai stakeholder terkait, baik dari perbankan atau lembaga keuangan menyediakan sustainable financing, developer membangun perumahan hijau, dan lainnya.
Di Palembang, proyek percontohan IGAHP salah satunya bisa dilihat pada perumahan Gandus Land City di Jl Mustika, Kelurahan Karang Jaya, Kecamatan Gandus, Kota Palembang. Rumah hijau ini telah dikembangkan Pemerintah dan pengembang PT Karya Anak Negeri sejak tahun 2022 silam. Direktur PT Karya Anak Negeri, Ir Judy Liestianto menjelaskan pihaknya membangun puluhan unit rumah murah type 36 untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Mengusung konsep social green housing, rumah ini memiliki dua sumber listrik yaitu listrik PLN dan PLTS rooftop on grid sebagai alternatif. “Kami mengajak penghuni perumahan memanfaatkan tenaga surya untuk kebutuhan energi listrik sehari-sehari,” lanjut Judy. Dikatakan, PLTS atap gratis bantuan pemerintah, diberikan setelah konsumen melakukan pembelian atau akad kredit (KPR, red).
“Penggunaan PLTS atap mampu menghemat daya listrik PLN, karena pada siang hari penghuni bisa menggunakan energi listrik dari panel surya untuk menghidupkan lampu, televisi, lemari es, mengecas HP,” katanya. Proyek ini disertifikasi organisasi EDGE/WHO, dimana desain rumah Gandus Land City mampu menghemat air 21 persen, menghemat energi 72 persen, menghemat embodied energi pada material bangunan 51 persen.
Pengamat Energi Terbarukan dari Universitas Sriwijaya, Prof Ir Zainuddin Nawawi PhD IPU mengatakan penggunaan PLTS atap di perumahan menjadi salah satu inovasi transisi energi yang rendah karbon. Tak hanya tugas pemerintah, masyarakat juga diajak terlibat aktif mengurangi efek rumah kaca melalui penggunaan EBT ini.
“PLTS atap sangat cocok diterapkan di rumah-rumah rakyat yang ada di perkotaan, sebagai upaya mengurangi konsumsi dan beban pembangkit listrik penghasil emisi karbon, baik itu PLTU maupun PLTD. Penggunaan PLTS atap juga mengefisiensi biaya listrik rumah atau bangunan,” terangnya.
Menurutnya, masyarakat bisa memasang sendiri PLTS atap di rumahnya. Walaupun teknologinya baru bagi penduduk Indonesia, tetapi di dunia penggunaan panel surya sudah lama. “Kalau investasi sebenarnya relatif, masyarakat mampu mungkin bilangnya murah, tapi yang tidak mampu mahal kecuali menjadi program atau paket (bantuan, red) pemerintah,” ujarnya. Karenanya supaya transisi energi cepat berhasil dan semua masyarakat menikmati, pemerintah perlu memberikan fasilitas atau subsidi.
“Misalnya memasang panel surya di tempat publik, sekolah, puskesmas pembantu, balai desa, khususnya di daerah terpencil atau belum terjangkau jaringan listrik,” tegasnya. Atau dalam satu kelompok masyarakat, pemerintah menyediakan panel surya yang mengalirkan listrik ke 5-10 rumah penduduk, dan masing-masing mendapat daya, misalnya 35 watt.
Ekonom Sumsel dari Universitas Tridinanti Palembang, Prof Sulbahri Madjir menjelaskan penerapan inisiatif keberlanjutan oleh setiap perusahaan atau industri sangat penting dalam upaya pengurangan emisi dan limbah, serta mewujudkan pembangunan berkelanjutan atau SDGs (sustainable development goals). “Kita harus mendorong green economy, financing, technology, product supaya semakin berdaya saing,” ungkapnya.
Semakin masif penerapannya, target Pemerintah Indonesia menurunkan emisi GRK di tahun 2030 sebesar 29 persen atau setara 834 juta ton C02-ekuivalen dan NZE 2060 akan tercapai. “Saya perhatikan sekarang banyak sekali industri yang kurang memperhatikan lingkungan dan proses bisnisnya hanya mengutamakan profit semata. Polusi industri mencemari udara dan membahayakan kesehatan,” beber Sulbahri.