BBM Subsidi Tepat Sasaran
*Impor BBM Masih Tinggi
PALEMBANG – “Subsidi Tepat, Apakah Sudah Tepat” menjadi bahasan hangat pada gelaran diskusi Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI) wilayah Sumsel, kemarin. Hadir tiga narasumber, Dekan FISIP Unsri Prof Alfitri, Sales Manager Pertamina Regional Sumatera, Awan Rahardjo, serta Wakil Ketua DPRD Provinsi Sumsel sekaligus Ketua ILUNI Sumsel, HM Giri Ramanda N Kiemas SE MM.
Di sana, Giri membahas benarkah BBM subsidi terutama Bio Solar juga banyak lari ke industri. Dia juga mempertanyakan bagaimana mendapat subsidi tanpa masalah, mengingat setiap hari terjadi antrian BBM subsidi yang luar biasa. Apalagi setiap SPBU kuotanya juga dibatasi. Bagaimana mencari solusi agar kendaraan tidak antri.
“Apakah ada solusi supaya kendaraan tidak mengular keluar mendapatkan BBM subsidi, sehingga tak menimbulkan kemacetan. Ini harus jadi perhatian juga dari Pertamina,” kata dia. Sebab yang mengatur distribusi dan memperhatikan hal seperti ini Pertamina, sehingga BBM bersubsidi disalurkan ke masyarakat secara tepat.
Ke depan pihaknya juga berharap jangan ada lagi yang susah mendapatkan BBM subsidi. Tidak ada antrian dan kekurangan BBM sehingga konsumen terutama masyarakat yang mendapat jatah subsidi terlayani dengan baik. “Kita tidak bicara harga BBM. Tetapi, pelayanan dan distribusi dengan baik. Tepat dan sesuai dengan orang yang menerima. Karena sering ada penyalahgunaan dan tugas Pertamina menjaga distribusi sampai konsumen,” ungkapnya. BACA JUGA : Legalisasi Tambang Minyak Rakyat
Prof Alfitri Msi, Pemerhati Kebijakan Publik Sumsel mengatakan harga ditentukan pasar. “Ketika daya beli tinggi, harga naik. Ini prinsip berniaga atau liberalisme. Ada juga prinsip sosializme atau komunis dengan penerapan berkeadilan,” kata dia. Indonesia tak menggunakan liberalisme maupun sosialisme.
“Pemikiran bahwa negara boleh mempertaruhkan distribusi secara pasar. Hanya saja ketika menyangkut hajat hidup orang banyak diatur negara,” kata dia. Sehingga dalam subsidi menggunakan peran liberalism dan sosialisme. Lalu apakah sudah tepat negara memberikan subsidi kepada rakyatnya?
Menurutnya sudah tepat, hanya saja ada persoalan. Ada yang menerima subsidi bukan orang-orang tepat, sehingga yang bermasalah pada distribusi. “Misal ada mobil Fortuner dan Pajero ikut antri Bio Solar. “Tidak ada yang melarang karena tidak ada aturan. Tetapi ingat orang-orang ini merampas hak orang miskin,” ujar Alfitri.
Alfitri berpendapat harus ada beberapa cara agar masyarakat mengikuti aturan Pertamina. Pertama regulasi yang ketat, penanganan pola distribusi dibenahi, pelayanan harus optimal, dan penggunaan kartu debit atau pra bayar tidak mengganggu pelayanan. Sales Manager Pertamina Regional Sumatera, Awan Rahardjo mengatakan harga subsidi BBM mengikuti suplai dan demand. “Indonesia negara importir migas, karena produksi BBM belum mencukupi kebutuhan konsumsi harian 800 ribu barrel perhari,” tuturnya.
Sedangkan kebutuhan 1,5 juta barrel perhari. “Itulah kenapa harga BBM tak bisa ditentukan sendiri. Karena kekurangan harus kita impor hampir separuhnya. Ini sebabkan harga BBM kalau tak disubsidi mahal,” ungkapnya.Pihaknya mengakui distribusi masih belum tepat, namun Pertamina berusaha kerja maksimal agar BBM bersubsidi jatuh ke tangan orang-orang yang berhak . Turut hadir dalam diskusi, perwakilan mahasiswa Universitas Sriwijaya, Tridinanti, Musi Charitas, IGM, Muhammadiyah, anggota ADO, dan Ketua Organda Sumsel. (iol/fad)