Memaknai Implementasi P5 pada Kurikulum Merdeka
Rojaki, M.Pd. Gr. Koordinator Komunitas Guru Penggerak Muba-foto: ist-
SUMATERAEKSPRES.ID - Sejatinya pendidikan memiliki peranyang sangat krusial dalam membentuk karakter generasi muda dan menciptakan masyarakat yang memiliki nilai-nilai luhur.
Di Indonesia, pembentukan karakter berlandaskan pancasila menjadi fokus utama dalam rangka membangun kepribadian yang berkualitas. Salah satu upaya terstruktur untuk mencapai tujuan tersebut adalah melalui Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) yang merupakan bagian dari Implementasi Kurikulum Merdeka.
Profil Pelajar Pancasila merupakan murid pembelajar sepanjang hayat yang kompeten, berkarakter, dan berperilaku sesuai nilai-nilai pancasila. Karakteristik Profil Pelajar Pancasila yakni beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang MahaEsa, dan berakhlak mulia. Selain itu, ia memiliki nilai karakter mulia dan kemampuan yang dibangun dalam keseharian serta dihidupkan dalam diri setiap individu peserta didik melalui budaya satuan pendidikan, pembelajaran intrakurikuler, kokurikuler, projek penguatan profil pelajar pancasila, dan ekstrakurikuler.
Projek penguatan profil pelajar pancasila mengacu pada filosofi pendidikan KHD yakni memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk “mengalami pengetahuan” sebagai proses penguatan karakter sekaligus kesempatan untuk belajar dari lingkungan sekitarnya untuk membentuk pribadi yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang MahaEsa, berkebhinekaan global, gotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif.
Sementara ada hal yang menjadi istimewa pada implementasi P5 itu sendiri yakni penerapannya tidak terintegrasi dalam pembelajaran setiap mata pelajaran melainkan mempunyai porsi khusus dalam setiap alokasi jam mata pelajaran yang membuat peserta didik memiliki kesempatan untuk dapat mengembangkan kompetensi pengetahuan, keterampilan dan sikap mereka dengan belajar dari teman mereka, guru, bahkan sampai pada tokoh masyarakat sekitar dalam menganalisis isu-isu hangat yang terjadi di lingkungan sekitar. Satuan pendidikan diberikan keluasaan dalam mengatur penjadwalannya dengan menerapkan sistem reguler atau blok.
BACA JUGA:OJK Dorong Implementasi Berkelanjutan Demi Resiliensi Industri Jasa Keuangan
BACA JUGA:KPUD dan Bawaslu Muratara Bahas Implementasi Teknis Putusan MK
Projek ini diimplementasikan dalam pembelajaran lintas disiplin ilmu untuk mengamati dan memikirkan solusi terhadap permasalahan di lingkungan sekitarnya dengan menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis projek (project-based learning). Dan hal ini tentunya berbeda dengan pembelajaran berbasis proyek dalam program intra kurikuler di dalam kelas. Ini yang terkadang terjadi miskonsepsi dalam penerapan P5 di satuan pendidikan yang hanya berfokus pada hasil ataupun produk akhir dari setiap kegiatan P5 padahal proses setiap peserta didik dalam kegiatan P5 ini yang menjadi sangat penting. Alur dan proses yang dijalani setiap peserta didik dalam menyelesaikan masalah pada projek adalah hal utamanya. Dengan demikian sejatinya guru seharunya memaahami secara utuh buku panduan P5 sebelum diterapkan pada peserta didik.
Menguatkan enam dimensi P5
Kita pahami bersama bahwa adaenam dimensi profil pelajar pancasila yang diamanahkan oleh Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi harus diwujudkan oleh generasi-generasi Indonesia. Dimensi ini di antaranya Pertama, Beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia. Memahami ajaran-ajaran agama dan kepercayaannya serta menerapkan pemahaman tersebut dalam kehidupannya sehari-hari, diwujudkan dengan akhlak yang baik kepada sesama manusia dan kepada diri sendiri.
Kedua, Berkebinekaan global.Pelajar Indonesia memupuk budaya luhur, tanah air dan jati dirinya, terbuka untuk berinteraksi dengan budaya lain, mendorong saling menghormati, dan kesempatan untuk membentuk budaya luhur yang positif yang tidak bertentangan dengan budaya luhur negara yang dilakukan. Faktor dan kunci keragaman global meliputi kesadaran dan apresiasi budaya, keterampilan komunikasi antar budaya dalam berhubungan dengan orang lain, dan refleksi dan tanggungjawab untuk mengalami keragaman.
Ketiga, Bergotongroyong. Pelajar Indonesia memiliki kemampuan bekerjasama. Ini adalah kemampuan untuk bekerjasama secara sukarela sehingga kegiatan yang dilakukan lancar, sederhana dan mudah. Unsur gotong royong adalah kerjasama, kepedulian dan berbagi.
BACA JUGA:Dampak Wawasan Global terhadap Pendidikan dan Ekonomi: Strategi dan Implementasi Seperti Ini!