Tolak Revisi UU No 32, Ancam Kebebasan Pers
Puluhan wartawan mengelar aksi damai di depan gedung DPRD Kabupaten Banyuasin, Rabu (5/6) untuk menolak Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang sedang digodok DPR RI. Foto:Akda/’Sumateraekspres.id--
BANYUASIN -SUMATERAEKSPRES- Puluhan wartawan mengelar aksi damai di depan gedung DPRD Kabupaten Banyuasin, Rabu (5/6) untuk menolak Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang sedang digodok DPR RI.
"Kita tolak Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran,"kata Suhaimi koordinator aksi saat menyampaikan aspirasi di gedung DPRD Banyuasin, Rabu (5/6) sore.
Penolakan itu karena dinilai ada pasal yang melarang media untuk menayangkan hasil liputan investigasi yang merupakan karya jurnalistik.
Apalagi dalam pasal tersebut bertentangan dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang tidak mengenal sensor dan pelarangan penyiaran terhadap karya jurnalistik berkualitas."Membelenggu karya jurnalistik,"ungkapnya.
BACA JUGA:Jalan Poros Simpang di Kecamatan Rambutan, Banyuasin akan Diperbaiki Secara Bertahap
BACA JUGA:Hanura Beri Rekomendasi Ganda untuk Balon Bupati Banyuasin 2024-2029, Ini Nama 2 Balonnya!
Diakui Suhaimi, pelarangan siaran investigasi dinilai sebagai upaya pelarangan karya jurnalistik profesional akan mengancam kebebasan pers, membatasi informasi publik, hingga membatasi keberagaman konten diruang digital.
Oleh karena itu, kepada anggota DPRD Banyuasin agar dapat segera merekomendasikan untuk membatalkan RUU Nomor 32 tahun 2022 yang dinilai sangat merugikan insan pers di Indonesia.
Diketahui, penayangan ekslusif jurnalistik investigasi menjadi isi siaran dan konten yang dilarang dalam draf RUU Penyiaran terbaru atau versi Maret 2024.
BACA JUGA:Jatanras Ringkus 6 Perampok Toko Sembako Disertai Pelecehan di Banyuasin, Ini Tampangnya
Selain jurnalistik investigasi, 10 isi siaran dan konten juga dilarang karena tidak sesuai dengan kaidah Standar Isi Siaran (SIS). Aturan itu termaktub dalam Pasal 50B ayat (2). Di antaranya, dilarang menayangkan isi dan konten siaran yang mengandung unsur mistik, pengobatan supranatural, serta rekayasa negatif informasi dan hiburan melalui lembaga penyiaran atau platform digital.
Kemudian, dilarang juga menyampaikan konten siaran yang subjektif menyangkut kepentingan politik yang berhubungan dengan pemilik dan/atau pengelola lembaga penyiaran dan penyelenggara platform digital penyiaran.
Usai menyampaikan aspirasi itu, puluhan wartawan yang tergabung dari berbagai organisasi seperti PWI, IWO, SMSI, SWI dan PPRI membubarkan diri secara tertib, dengan pengawalan anggota kepolisian dan satpol PP.(qda)