NBS Indonesia Capai 1,5 GT CO2 Ekuivalen per Tahun

PENJUALAN KARBON : Menko Marves, Luhut B Pandjaitan berbicara potensi besar pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan dan menghasilkan pendapatan dari penjualan karbon. -Foto : IST-

PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID - Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Marves), Luhut B Pandjaitan mengungkapkan Indonesia memiliki potensi besar untuk memanfaatkan sumber daya alamnya secara berkelanjutan dan menghasilkan pendapatan dari penjualan karbon.

Berdasarkan penelitian berbagai lembaga termasuk Mc Kinsey Indonesia diperkirakan memiliki Nature Based Solutions (NBS) atau Ecological Based Approach (EBA) yang mencapai 1,5 GT CO2eq per tahun, sekitar Rp112,5 triliun atau US$ 7, 1 miliar.

"Saat kita berupaya menuju masa depan net-zero. Mengacu pada Konsensus COP28 UEA, semua pihak berkomitmen untuk beralih dari bahan bakar fosil, mempercepat pengurangan emisi NDC yang ambisius dan berskala ekonomi, dan mendorong tiga kali lipat energi terbarukan dan dua kali lipat efisiensi energi. pada tahun 2030," ujar Menko Luhut di acara Forum Dialog yang diselenggarakan Tri Hita Karana bersama World Economic Forum, Minggu (19/5).

Menurut Luhut, Indonesia memiliki potensi besar untuk memanfaatkan sumber daya alamnya secara berkelanjutan dan menghasilkan pendapatan dari penjualan karbon melalui mekanisme carbon pricing yang berstandar internasional.

BACA JUGA:Jaga Ketahanan Energi, Optimalkan Produksi Batu Bara

BACA JUGA:Menteri ESDM Tetapkan HBA dan HMA April 2024

"Indonesia diberkati dengan sumber daya alam yang sangat besar yang dapat digunakan untuk mengatasi perubahan iklim. Berdasarkan beberapa penelitian, termasuk McKinsey pada tahun 2023, Indonesia memiliki potensi Nature Based Solutions (NBS) atau Ecological Based Approach (EBA) yang sangat besar dari upaya mitigasi hingga 1,5 GT CO2eq per tahun, sekitar Rp112,5 triliun atau US$ 7, 1 miliar," tutur Luhut.

Luhut juga menyinggung inisiatif Indonesia sela-sela KTT G20 yakni Global Blended Finance Alliance (GBFA) yang menurutnya juga dapat menjadi solusi mengahadapi tantangan global perubahan iklim.

"GBFA juga mendukung pencapaian SDGs untuk negara-negara berkembang, LDCs, negara kepulauan, dan Kolaborasi Global Selatan. Melalui GBFA, kami meletakkan dasar bagi perubahan transformatif, memanfaatkan keuangan campuran dan pengetahuan masa depan untuk mempercepat penciptaan nilai dan investasi di sektor-sektor ekonomi utama seperti energi, hutan, ekonomi biru, termasuk hutan bakau dan lamun, kesehatan infrastruktur, dan keberlanjutan. pariwisata," jelas Luhut.

Luhut menambahkan, GBFA bukan hanya solusi untuk mengatasi transisi energi, namun Indonesia juga memimpin dalam bidang hutan dan bakau sebagai bagian dari Solusi Berbasis Alam untuk aksi iklim.
Sejalan dengan hal tersebut, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif berharap GBFA dapat membantu Indonesia mewujudkan Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 mendatang.

BACA JUGA:Konflik Iran-Israel, Menteri ESDM Pastikan Harga BBM dan LPG tak Naik

BACA JUGA:Tidak Miliki Izin, ESDM Segel 2 Lahan Galian di Gandus

"Kami juga berharap bahwa G20 Bali Global Blended Finance Alliance (GBFA) dapat mendukung program kami mewujudkan Net Zero Emission pada tahun 2060," kata Arifin.

Untuk mewujudkannya, NZE pemerintah akan melakukan diversifikasi energi dengan mengoptimalkan pemanfataan sumber-sumber energi terbarukan."Kami yakin bahwa kami dapat mencapai target dan melaksanakan peta jalan, meskipun terdapat beberapa tantangan," terang Arifin.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan