Bukan Sekadar Nama, Punya Arti dan Sejarah

MILIKI SEJARAH: Sejumlah nama jalan yang ada di Kota Palembang memiliki arti dan sejarah. Karenanya dalam memberikan nama jalan tak bisa sembarangan harus dipikirkan dan memiliki arti. FOTO" BUDIMAN/SUMEKS--

PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID - Penamaan nama jalan atau tempat di Kota Palembang bukan hanya sekadar nama, tetapi semuanya ternyata memiliki arti dan sejarahnya sendiri - sendiri. 

Sejarawan Palembang, RM Ali Hanafiah (Mang Amin) mengatakan, penamaan jalan berdasarkan sejarah misal, keturunan raja pernah tinggal di sana, atau zaman penjajahan untuk memudahkan penertiban suatu kawasan, atau mewakilkan suatu etnis tertentu dan lain sebagainya. 

BACA JUGA:Jubah Kebesaran Milik SMB II Jadi Koleksi, Kesultanan Palembang Darussalam

BACA JUGA:Saksi Akhir Hayat Raja Palembang, Awal Kesultanan Palembang

Contoh, ada daerah di Palembang namanya Devaten. Devaten ini dulunya pernah menjadi tempat tinggal Pangeran Adipati Abdurrahman yang merupakan saudara kandung dari Sultan Mahmud Badaruddin 2.

Kemudian, ada daerah namanya Kebumen juga karena pernah tinggal Pangeran Mangkubumi, Kuningan ini karena ada pengrajin Kuningan.  ''Ada juga daerah Kepandean yang artinya empu - empu yang tinggal di sana, mereka yang merupakan seorang pembuat keris, pedang, dan senjata - senjata di masa kesultanan itu tinggalnya di sana," jelasnya. 

Lebih menarik lagi, lanjutnya, daerah di Palembang sampai saat ini ada yang berupa nomor - nomor, seperti 3/4 Ulu, 29 Ilir, dan lainnya. 

"Penomoran pada daerah - daerah ini terjadi pada zaman keresidenan (penjajah) untuk memudahkan Belanda mendeteksi apa yang terjadi di setiap daerah ini agar mudah dikontrol," katanya. 

Belanda membuat penomoran pada suatu wilayah kemudian menunjuk satu petugas untuk mengepalainya atau mirip seperti kepala kampung.  Misalnya, Satu Ulu dikepalai ketua kampung Satu Ulu yang kemudian ini memiliki hub kampung yang mengepalai beberapa kampung kalau diibaratkan sekarang seperti camat. 

''Jadi ketika ada kejadian, maka Belanda tidak perlu mendatangi kampong-kampung ini, tapi cukup melalui hub ini saja, contohnya penarikan upeti/pajak, dan lain sebagainya," bebernya. 

Seiring perkembangan zaman dan Indonesia merdeka maka daerah yang dulunya di nomor-nomor ini sedikit banyak mengalami perubahan. 

Ini karena daerah yang dianggap kecil kemudian digabungkan, makanya beberapa daerah yang bernomor ini kalau sekarang tidak berurutan lagi sebab beberapa sudah dihilangkan atau digabungkan. 

Seperti nama  3/4 Ulu karena daerah kecil makanya digabungkan, atau dihilangkan misal 31 Ilir, 33 Ilir maka disatukan jadi cuma ada 32 Ilir. 

BACA JUGA:Kuntau Samaniyyah: Seni Silat Khas Kesultanan Palembang Darussalam

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan