Laporan Kliennya Disalip Laporan Balik, Kuasa Hukum DC Lapor LPSK, Cium Dugaan Upaya Obstruction of Justice

LUKA TUSUKAN: Mualimin Pardi Dahlan SH saat menunjukkan foto luka-luka tusukan yang dialami kliennya Deddy Zehuransyah, yang laporannya belum ada kejelasan. -FOTO: ADI/SUMEKS-

SUMATERAEKSPRES.ID- KUASA hukum dari pihak debt collector (DC), Mualimin Pardi Dahlan SH, merasa keberatan kliennya ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Sebab sejak kasus itu naik dari tingkat penyelidikan ke penyidikan 16 April 2024 lalu, pihaknya sudah menyampaikan keberataan secara tertulis kepada Kapolda Sumsel melalui Dirreskrimum Polda Sumsel. 

“Kami mempertanyakan penyidik apa yang menjadi dasar ditetapkan status penyidikan dengan sangkaan yakni perbuatan pemerasan, pencurian dengan kekerasan itu,” ucap Mualimin, Kamis, 25 April 2024.

Kemudian menurutnya, Aiptu FN bukanlah pemilik unit mobil tersebut baik sebagian atau seluruhnya. "Seluruh unit mobil itu milik dari leasing PT Adira Finance dan juga Medi Junaedi selaku debitur,” tegasnya.

Karena itu pihaknya sudah melaporkan kasus dugaan penggelapannya di Polda Metro Jaya, pada 23 Maret 2024 lalu. Dengan Nomor LP/8/1666/III/2024/SPKT/Polda Metro Jaya, atas dugaan Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan, dan/atau Pasal 36 UU Jaminan Fidusia. 

BACA JUGA:Pilot Militer Amerika Serikat Bakar Diri di Depan Kedubes Israel di Washington DC, Bela Palestina

BACA JUGA:Kucurkan Rp18,3 Miliar, Perbaiki Dua Jalan

“Selain itu pada waktu kejadian, klien kami sedang menjalankan tugas secara sah dan kuasa dari pihak PT Adira Finance, dan semua memiliki sertifikat profesi penagihan sesuai peraturan OJK," sebut Muslimin, melalui sambungan telepon.

Yang lebih memprihatinkan, sambung Mualimin, sementara laporan kliennya yang lain, Deddy Zehuransyah alias Boni (51), sampai saat ini belum ada kejelasan dan status pasti. “Padahal klien kami yang juga korban ini, mengalami luka berat yang serius. Mengalami lima tusukan. Jadi, kami jua bertanya-tanya terkait laporan klien kami,” sesal Mualimin.

Karena itu untuk melindungi hak hukum dari kliennya terkait dugaan upaya obstruction of justice atau perintangan penyidikan, lanjut Mualimin, pihaknya sudah ajukan surat permohonan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) RI di Jakarta, 22 April 2024 lalu.

"Selain ke LPSK, kami juga mengajukan surat ke Kapolri, Komnas HAM, hingga Kompolnas,” ungkap Mualimin. Sebab istri kliennya sudah lebih dulu membuat laporan polisi ke SPKT Polda Sumsel pada 23 Maret 2024, baru istri Aiptu FN melaporkan balik besok harinya.

Laporan kliennya belum ada kejelasan, sementara laporan balik itu sudah naik penyidikan terlebih dulu. Sehingga Mualimin mencium kejanggalan dalam proses hukum terhadap kliennya. “Kemudian, ada juga seseorang datang ke Jakarta untuk mengambil hak fidusia dan BPKB mobil, untuk mengaburkan proses pembuktian dari laporan klien kami,” cetusnya. (afi/air)

 

 

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan