Misi Kemen PPPA: Perusahaan Wajib Punya Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan
-Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mendorong pembentukkan Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan (RP3) sebagai upaya perlindungan dan pemenuhan hak perempuan pekerja di Indonesia-Foto: Dody/sumateraekspres.id-
JAKARTA, SUMATERAEKSPRES.ID - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) memperjuangkan pembentukan Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan (RP3) sebagai langkah penting dalam melindungi dan menjamin hak-hak perempuan yang bekerja di Indonesia.
RP3 tidak hanya berperan sebagai tempat pengaduan dan pendampingan, tetapi juga diharapkan menjadi pangkal upaya bersama dalam mencegah tindak kekerasan terhadap perempuan pekerja.
Asisten Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Pekerja dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Kemen PPPA, Prijadi Santoso, dalam Media Talk bertajuk "Penyediaan Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan (Melindungi dan Memenuhi Hak Pekerja di Tempat Kerja)" pada Senin (26/2) di Jakarta, menyatakan,
"Perlindungan yang kami maksud mencakup segala aspek, dari pencegahan hingga penanganan. Kami berharap RP3 dapat tersedia di lingkungan kerja, baik itu instansi pemerintahan maupun perusahaan swasta, guna memudahkan akses layanan."
BACA JUGA:Wajib Tahu, Kelainan-Kelainan Ini Bikin Anak Perempuan Terlambat Haid Atau Bahkan tidak Haid
"Sejauh ini, ketika ada perempuan pekerja mengalami kekerasan, baik itu berbasis gender atau dalam konteks hubungan industrial, mereka sering kali bingung untuk melaporkannya karena kurangnya mekanisme yang tersedia."
Prijadi menambahkan bahwa keberadaan RP3 di tempat kerja sangat penting, mengingat hasil penelitian Perempuan Mahardhika pada tahun 2017 menunjukkan bahwa 56,5 persen dari buruh garmen perempuan pernah mengalami pelecehan seksual dalam berbagai bentuk.
Dengan 93,6 persen dari korban tidak berani melaporkan kasus tersebut karena ketiadaan mekanisme yang memadai di lingkungan kerja.
Selain itu, data dari Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional Tahun 2021 menunjukkan bahwa 9 persen dari perempuan berusia 15-64 tahun mengalami kekerasan seksual di tempat kerja.
BACA JUGA:Beberapa Atlet Perempuan Dari Indonesia! Sudah Tahu?
BACA JUGA:Pemohonan Cerai Gugat Didominasi Perempuan
Sejak tahun 2019, Kemen PPPA telah secara resmi menginisiasi pembentukan enam RP3 yang tersebar di beberapa provinsi di Indonesia.
Antara lain Bintan Inti Industrial Estate (BIIE), PT Hindoli Musi Banyuasin, Krakatau Industrial Estate Cilegon (KIEC), Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Cakung, Karawang International Industrial City (KIIC), dan Pasuruan Industrial Estate Rembang (PIER).
Informasi terbaru pada tahun 2023 mencatat bahwa Kemen PPPA telah melakukan revitalisasi terhadap keenam RP3 tersebut dan memberikan pendampingan kepada empat RP3 lainnya, di antaranya PT Evoluzion Tyres Subang, PT Akzo Nobel Jakarta Timur, PT ITO Tarjun Kotabaru Kalimantan Selatan, dan PT Star Banyumas.
Kementerian berencana untuk mengunjungi dan meresmikan RP3 di PT Evoluzion Tyres Subang yang telah diinisiasi sejak tahun 2023. "Kami tidak hanya akan melakukan upacara peresmian, tetapi juga memberikan pendampingan selama setahun untuk memperkuat fungsi RP3."
"Tujuan utama pembentukan RP3 adalah untuk meningkatkan tingkat pendidikan, menjadi wadah bagi pengaduan permasalahan yang dihadapi agar bisa mendapatkan pemulihan dan rehabilitasi, serta memberikan bantuan hukum guna mencapai tujuan perlindungan bagi perempuan pekerja," ujar Prijadi.
Dalam kesempatan yang sama, perwakilan dari Serikat Pekerja Seluruh Indonesia, Ngatiyem, menyoroti tiga aspek penting dalam perlindungan perempuan pekerja, yakni non diskriminasi, perlindungan khusus dalam hal reproduksi, dan perlindungan dari tindak kekerasan dan pelecehan.
"Perlindungan harus dimulai sejak sebelum masuk dunia kerja, selama bekerja, hingga setelah berakhirnya hubungan kerja," ungkapnya.
Komite Perempuan Industrial juga telah melakukan berbagai upaya perlindungan bagi perempuan, termasuk riset, dialog sosial, penandatanganan kebijakan zero tolerance terhadap kekerasan dan pelecehan seksual oleh 72 perusahaan, sosialisasi, advokasi kebijakan federasi, penyusunan pasal yang responsif gender dalam perjanjian kerja bersama, serta pendirian RP3 di lingkungan kerja.
"Kita membutuhkan tempat yang khusus untuk mencegah dan menangani kekerasan di tempat kerja. Kami berkomitmen untuk berunding dan menegosiasikan dengan para pengusaha untuk tidak mentolerir kekerasan. Kekerasan adalah pelanggaran terhadap martabat kemanusiaan."
"Tidak ada alasan untuk merendahkan martabat seseorang, dan tidak ada yang seharusnya menjadi korban kekerasan. Oleh karena itu, kita semua harus bersatu untuk menghentikan kekerasan seksual," tandasnya.