Kejang pada Penderita Epilepsi
PALEMBANG - Epilepsi merupakan gangguan pada sistem saraf pusat akibat aktivitas listrik yang berlebihan di otak. "Kondisi inilah sehingga menyebabkan penderitanya mengalami kejang secara berulang pada sebagian atau seluruh tubuh," jelas spesialis saraf konsultan epilepsi, dr. Sri Handayani, SpS(K) dari RSUP Mohammad Hoesin Palembang.
Katanya, epilepsi dapat diderita oleh semua kelompok usia, tetapi kejadiannya lebih tinggi pada kelompok usia kanak-kanak dan lanjut usia. "Cenderung lebih tinggi pada pria dari pada wanita," sebutnya.
Lanjutnya, gejala epilepsi identik dengan kejang. Kejang pada tiap pasien berbeda tergantung pada bagian otak mana yang terganggu dan seberapa jauh gangguan tersebut terjadi.
Lebih jauh dijelaskan, kejang pada penderita epilepsi terbagi menjadi dua tipe, yaitu kejang umum dan kejang parsial (hanya sebagian tubuh yan terlibat). “Kejang umum, pada kejang ini, gejala terjadi pada seluruh tubuh karena disebabkan oleh gangguan yang berdampak kepada seluruh bagian otak,” tuturnya.
Pada tipe epilepsi ini penderita tidak menyadari jika akan mengalami serangan dan saat terjadi serangan. Jenisnya antara lain adalah Penderita tiba-tiba mengalami bengong sesaat dan tidak respon jika diberikan rangsangan misal saat dipanggil (kejang absence).
Kemudian, tubuh menjadi kaku selama beberapa detik. Biasanya gejala ini diikuti dengan gerakan-gerakan ritmis pada lengan dan kaki (Kejang Tonik). Lalu Otot tubuh tiba-tiba menjadi rileks, sehingga pengidap bisa jatuh tanpa kendali (Kejang Atonik). "Menyentak secara ritmis (Kejang Klonik). Kejang tonik dan klonik,"sambungnya
Kedua Kejang Parsial, Pada kejang ini, gangguan otak hanya terjadi pada sebagian tempat saja. Sehingga biasanya penderita menyadari jika akan terjadi serangan Kejang parsial dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu Kejang parsial tanpa disertai gangguan kesadaran selama serangan. “Kejang parsial disertai gangguan kesadaran selama serangan. Kejang parsial yang berkembang menjadi tonik klonik seluruh tubuh,” paparnya.
Lebih jauh dijelaskan, Penyebab epilepsi secara garis besar terbagi menjadi 2. Pertama Epilepsi idiopatik atau Epilepsi Primer. Ini merupakan jenis epilepsi yang penyebabnya tidak diketahui. “Sejumlah ahli menduga bahwa kondisi ini disebabkan oleh faktor genetik (keturunan),”jelasnya.
Kedua, Epilepsi simptomatik atau Epilepsi sekunder. Ini merupakan jenis epilepsi yang disebabkan oleh sejumlah faktor, seperti, tumor otak,pasca trauma kepala dan pasca stroke.
Apa epilepsi bisa diobati? Saat ini telah tersedia banyak obat-obat epilepsi yang dapat dikonsumsi untuk mengontrol kejang. "Tujuannya adalah penderita tidak mengalami kejang dan dapat menjalani aktivitas secara normal,” katanya. Dua pertiga penderita epilepsi tidak mengalami kejang selama mengkonsumsi obat ini bahkan hingga dapat menghentikan pengobatan secara bertahap setelah tiga tahun tidak serangan dengan obat.
Namun, sepertiganya mengalami kondisi yang disebut epilepsi resisten obat dimana tetap timbul kejang walaupun telah mendapatkan pengobatan yang optimal. Pada kelompok ini dokter dapat merekomendasikan tindakan pengobatan lainnya antara lain adalah bedah epilepsi.
"Saat ini di Palembang telah ada beberapa dokter spesialis saraf dan saraf anak yang dapat memberikan pelayanan pengobatan epilepsi dan seorang spesialis saraf konsultan epilepsi," katanya.
Untuk pemeriksaan aktivitas listrik otak yaitu Elektroensefalografi (EEG) juga telah tersedia di 9 rumah sakit di Palembang. EEG dapat membantu dokter menegakkan diagnosa penyakit epilepsi dan mengevaluasi pengobatan epilepsi yang telah diberikan
Untuk mencegah serangan epilepsi, penderita epilepsi harus mengkonsumsi obat secara teratur, cukup tidur dan tidak mengalami keletihan fisik dan psikis serta menjalani pola hidup sehat, seperti mengonsumsi makanan bergizi seimbang, berolahraga, dan tidak merokok.
Saat ini penderita epilepsi sendiri mempunyai komunitas untuk berbagi antara lain kelompok Peduli Epilepsi Palembang sebagai tempat berbagi informasi tentang epilepsi bahkan terkadang saling membantu jika ada penderita yang kekurangan obat epilepsi tertentu.
"Di tingkat nasional juga ada Yayasan Epilepsi Indonesia dan Perhimpunan Peduli Epilepsi Indonesia. Sedangkan ditingkat internasional, kita mengenal International Bureau for Epilepsy (IBE) yang berdiri sejak tahun 1961. Sampai saat ini kita terus melakukan kegiatan untuk meningkatkan kepedulian tentang epilepsi mengingat masih banyak stigma negatif terhadap penderita epilepsy,” jelasnya.
Dunia memperingati hari epilepsi internasional setiap senin minggu kedua bulan februari dan hari peduli epilepsi #Purple Day# setiap tanggal 26 maret tentang epilepsi bagi masyarakat umum. "Semoga masyarakat lebih peduli tentang epilepsi dan penderita epilepsi dan beraktivitas secara normal," tandasnya. (nni)