Posisi Strategis dan Komoditas Jadi Nilai Tambah
ALAT TRANSPORTASI: Keberadaan Sungai Musi dari zaman dulu sudah menjadi jalur perdagangan khususnya rempah-rempah. Inilah yang menjadikan Palembang sebagai kota pelabuhan yang sudah bereputasi internasional jauh pada masa lalu. -foto: asep/sumeks-
Jejak Sejarah, Jalur Rempah di Palembang
Palembang dikenal sebagai kota dagang. Sebutan sebagai kota dagang ini karena kejayaan perdagangan Maritimnya. Salah satunya jalur Rempah yang melalui sungai - sungai di Palembang.
PADA dasarnya jejak sejarah jalur rempah di kota Palembang dapat dilihat hingga sekarang, yaitu keberadaan Sungai Musi. ‘’Kalau secara sederhana jalur rempah itu jalur maritim perdagangan rempah di masa lalu,” ujar Nanda Julian Utama, penulis Buku Warisan Jalur Rempat Sejarah Pelayaran Sungai dan Perdagangan Palembang.
Rute yang dilalui biasanya dari mana saja asal mengarah ke kepulauan rempah – rempah. Kalau dulu yang dituju Maluku. Maluku dikenal sebagai daerah yang banyak menghasilkan pala dan cengkeh.
Tapi setelah banyak daerah di nusantara yang menghasilkan jenis rempah lain misalnya lada, maka jalur maritim ini berkembang. ‘’Misalnya salah satunya di Sumatera. Di sini rata - rata daerahnya menghasilkan lada, termasuk Palembang,’’ katanya.
Rempah ini, mungkin jadi hal yang biasa dalam hidup orang nusantara. ‘’Karena hampir semua hal menggunakan rempah, mulai dari bumbu masak, obat, pengharum, dan pengawet,’’ katanya
Lain halnya ditempat lain terutama Eropa. Di wilayah Eropa, rempah jadi sesuatu yang mahal sekali. Harganya cukup fantastis. ‘’Oleh sebab itu jalur pelayaran menuju nusantara ramai untuk mencari komoditas rempah-rempah. Ini terjadi pada abad 17,” jelasnya.
Dari Sumatera Selatan komoditas yang dijual terutama rempah, kopi dan berbagai macam komoditas pada masa lalu yang punya harga mahal. ‘’Jaringan pelayaran dan perdagangan yang diciptakan karena keberadaan sungai itu sendiri,” Jelasnya.
Dikatakan, jika dilihat sungai - sungai yang ada di Sumatera Selatan itu menghubungkan tiap daerah yang kemudian muaranya ke kota Palembang.
“Itulah pada dasarnya kota Palembang itu butuh daerah pedalaman karena kota Palembang ini menjadi tempat menjual. Begitu sebaliknya, dan semua itu hanya bisa dilakukan kalau kedua wilayah atau lebih terkoneksi,” Paparnya.
Bahkan, sejak masa kerajaan Sriwijaya hingga di awal abad 20 dikuasai oleh pemerintah kolonial Belanda, alam Palembang tidak henti-hentinya memproduksi berbagai komoditas perdagangan yang penting.
“Misalnya, pada perdagangan di masa lalu ketika dikuasai oleh Kerajaan Sriwijaya, daerah ini terkenal dengan lada, kayu manis, kemenyan, dan hasil-hasil alam lainnya,” Tulisnya.
Oleh karena itulah, kolaborasi antara posisi yang strategis dan komoditas yang dijual menjadikan nilai tambah bagi kota Palembang. Kota ini dikenal sebagai sebuah kota pelabuhan yang sudah bereputasi internasional jauh pada masa lalu.
Nah, berkaca pada sejarah dengan kebesaran perdagangan Maritim di kota Palembang, dengan kondisi saat ini, Nanda mengatakan, didalam bukunya juga dituliskan terjadi penurunan fungsi sungai sejak 100 tahun lalu atau abad 20.
“Kalau kita bandingkan dengan sekarang sudah jelas benar-benar hilang, tapi warisannya bisa dilihat dari jejak keberadaan kota - kota yang ada, seperti Muara Enim, Kayu Agung yang merupakan kota - kota yang berada di dekat sungai, walaupun secara fungsional sungai tidak banyak lagi digunakan seperti dulu,” jelasnya. (Tin)