Whistleblower Perlu Dilindungi
*Kasus Bripka Madih
JAKARTA - Kasus Bripka Madih menjadi pengingat kepolisian untuk memberikan pelayanan terhadap masyarakat. Seorang anggota Provost mengorbankan dirinya untuk menjadi whistleblower. Demikian dikatakan Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri.
`“Kasus ini (Bripka Madi, red) mengingatkan semua dengan whistleblowing,” tuturnya. Dimana sebuah sifat yang perlu ditumbuhkan dengan subur di internal kepolisian. ”Siapa yang mengetahui penyimpangan, kalau bukan personel sendiri,” tegasnya.
Meski demikian, memang berat untuk menjadi whistleblower. Sebagian besar orang akan menolak menjadi whistleblower karena khawatir serangan balik. Baik dari orang yang membuat skandal atau malah dari lembaga bekerjanya.
Baca juga : Komplotan Palembang Kuras 483 Rekening Baca juga : Sumsel Terbaik di Nusantara untuk Urusan Inovasi, Kalahkan Jawa Barat dan Jawa Timur”Tentunya menjadi tanda tanya, mengaka kasus KDRT Madih yang lama dimunculkan juga,” jelasnya.Sebenarnya sangat mudah untuk bisa menuntaskan kasus ini, ada tiga perkara yang perlu diselesaikan. Soal kepemilkan tanah, dugaan permintaan uang oleh oknum dan kasus KDRT.
”Namun, kalau akar masalahnya itu ketidakpercayaan, maka perlu untuk membuat tim gabungan pencari fakta. Tapi, apa iya mau bikin TGPF terus, betapa borosnya akibat ketidakpercayaan ini,” paparnya.
Diketahui, Polda Metro Jaya membuat terobosan dengan menghadirkan Brpka Mahdi, pembeli tanah, Pengurus RW, dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) di kantor Dirkrimum PMJ. Semua mengkonfrontir masalah jual beli tanah itu satu per satu.
Namun, persoalan tanah tersebut belum tuntas, justru yang muncul adalah pengurus RW yang memberikan informasi yang menyudutkan Madih. Begitu pula kepolisian, Dirkrimum PMJ Kombes Hengky Haryadi yang menyebut sebenarnya kasus ini telah dituntaskan pada 2011.
Dimana kasus tersebut tidak ditemukan adanya tindakan pidana serta menyebut Madih membuat inkonsistensi dalam data tanah yang dilaporkan pada 2011 dengan luas 1.600 meter persegin, namun kini yang tanah yang dipermasalahkan mencapai 3.500 meter persegi. ”Ada inkonsistensi Pak madih,” jelasnya.
Kombes Hengky juga menyebut untuk dugaan tersebut akan ditangani Propam. ”Tapi, dugaan permintaan uang itu sudah lama, 2011. Penyidiknya sudah purnawirawan,” urainya. (dwy)