Ikut Semut
Dahlan Iskan berbaur dengan warga Tiongkok dan wisatawan lain di malam tahun baru -foto: disway,id-
Ke Tiongkok kali ini saya bikin percobaan kecil-kecilan: menyelamatkan bibir dengan cara baru. Pakai virgin coconut oil. Biarlah dibilang tidak modern. Atau bau jelantah. Yang penting berusaha.
Anda pun sudah pernah mengalami. Di puncak musim dingin seperti ini bibir kering. Lalu terasa tebal. Bersisik.
Hari ketiga, mulai seperti ada kulit bibir yang harus dikelupas. Tangan suka usil: ingin mengupas kulit kering yang mengganggu itu. Padahal akibatnya sudah tahu: akan ada luka tipis. Sedikit berdarah. Pedih.
Wanita tidak mengalami itu: pakai lipstik. Laki-laki pakai lipstik? Robert Lai-lah orang pertama yang mengajari saya pakai lipstik.
BACA JUGA:Ikut Tidur
Lebih 25 tahun lalu. Lip balm. Balsem bibir. Harus selalu ada lipstick di kantong baju tebal. Sebentar-sebentar lipstikan.
Problem tidak hanya di bibir. Juga di kulit tangan. Kulit kaki. Kulit tumit. Kulit tangan seperti bersisik. Pun kulit kaki. Tumit pecah-pecah. Kadang seperti jijik.
Teman Singapura kelahiran Hong Kong itu pula yang mengajari saya pakai lotion. Dibelikan merek tertentu.
Setiap habis mandi harus mandi lotion. Wajah, tangan, kaki, tumit, dan seluruh telapak kaki.
BACA JUGA:Ikut Cucu
Kalau ia melihat kulit saya mulai bersisik, ia paksa saya: ia oleskan lotion ke seluruh tangan saya. Lalu minta saya lepas kaus kaki.
Dilihat tumit saya. Kasar. Pecah-pecah. Ia gosok dengan lotion. Saya ikut jadi konsumen merek lotion kesukaan Robert. Kali ini saya berangkat membawa VCO. Asli Indonesia. Bikinan Ricky Elson.
Saya bawa yang botol kecil. Takut tidak lolos di bandara. Dan lagi ini pergi yang tidak lama. Sebotol isi 90 cc pun mestinya cukup.
Sudah lama Ricky memproduksiVCO. Untuk membantu petani kelapa di Ciheras –tempatnya mendirikan padepokan teknologi motor.
BACA JUGA:Emas Nico
Saya pilih yang bikinan Ricky karena tahu proses pembuatannya. Pernah melihatnya dengan mata kepala sendiri. Juga tahu keasliannya.
Tentu banyak supermarket menjual VCO. Pun di Hong Kong. Di mana saja. Selama di luar negeri saya belum pernah melihat ada VCO made-in Indonesia. Di jejeran VCO yang dipajang selalu saja didominasi buatan Filipina.
Maka selama di Beijing saya mengantongi VCO dari Ciheras. Sebelum mendarat di bandara Beijing saya olesi bibir dengan VCO.
Saya usap juga punggung tangan dengan VCO. Pun wajah saya. Semua bau minyak kelapa. Sebentar. Lalu menghilang.
BACA JUGA:Emas Natal
Atau hidung saya yang menjadi kebal. Nggak masalah. Toh tidak akan ada yang mencium orang tua seperti saya.
Yang penting bibir aman. Kulit tangan tetap lembut. Tumit mulus. Halus. Kulit tidak terpapar bahan kimia. VCO adalah nabati. Alami. Back to nature.
Pun selama di Shanghai. Meski tidak sekering di Beijing udara Shanghai tetap kering –di musim dingin. Buktinya: cucian saya sudah kering dalam semalam. Hanya sedikit lebih lambat dari di Beijing: kering dalam waktu setengah malam.
Itu kebiasaan lama saya. Hanya membawa sedikit baju di musim dingin. Lihatlah foto-foto saya: bajunya seperti tidak pernah ganti.
BACA JUGA:Emas Eksi
Setiap mandi malam, saya sekalian cuci celana dalam, kaus terdalam, dan kaus kaki. Lalu diperas. Digantung di gantungan baju. Bangun tidur, pakaian sudah kering. Siap dipakai kembali.
Pun celana. Hanya membawa satu jeans tebal. Itu pun belum pernah saya pakai. Jeans yang warna hitam ini enak sekali di badan. Hangat.
Setelah saya pakai tiga hari, saya cuci di kamar mandi. Tidur pakai celana tidur. Pagi hari jeans itu sudah kering. Kasihan jeans warna biru muda. Tetap di bangku cadangan.
Istri saya sudah saya sarankan ikut gaya saya: jangan bawa baju banyak-banyak. Ini musim dingin. Musim kering. Tapi dia punya agama sendiri: ''saya ini wanita''.
BACA JUGA:Emas Ton
Ya sudah. Saya bukan seperti yang Anda tuduh: takut istri. Tapi saya memang tidak pernah berbantah.
Di malam tahun baru kemarin pun saya bawa VCO itu menyusuri Jalan Nanjing Timur, Shanghai. Menuju Old Jazz. Di Peace Hotel. Bersama menantu, Mas Tatang. Yang lain seperti rencana awal: tidak keluar kamar hotel.
南京东路 padat. Kami pilih lewat jalan satunya yang sejajar. Setelah agak dekat ke sungai, menurut rencana, baru belok kiri. Ternyata semua jalan belok kiri dijaga. Tidak boleh dimasuki.
Kami diarahkan terus ke utara, ke pinggir sungai. Itulah tujuan utama malam tahun baru: pinggir sungai.
BACA JUGA:Ikut Muda
Saya sudah mencoba menjelaskan: tujuan saya ke hotel ''itu'', bukan ke pinggir sungai. Tetap saja tidak bisa.
Maka jadilah saya turis pada umumnya. Berjejal menuju pinggir sungai. Lalu belok kiri di situ. Bertabrakan dengan arus manusia yang dari jalan Nanjing Timur yang seperti air bah.
Ternyata saya bisa belok ke arah Peace Hotel. Hanya harus memutar. Mengikuti arus yang sudah diatur untuk kelancaran malam tahun baru.
Malam kemarin jalan Nanjing Timur dibelah dua: sisi selatan untuk pejalan kaki menuju sungai. Sisi utara untuk yang kembali dari sungai.