Satgas Karhutla Bubar Siaga, Kondisi Ogan Ilir, Sepekan Tanpa Kejadian
DIRIKAN TENDA: Satgas karhutla Manggala Agni mendirikan tenda di lokasi, fokus melakukan pemadaman. Saat ini, tersisa karhutla di wilayah Desa Jungkal, Kabupaten OKI yang belum bisa dipadamkan.-foto : kris/sumeks-
SUMSEL, SUMATERAEKSPRES.ID - Hujan yang mulai sering turun terbukti membantu satuan tugas (satgas) dalam penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Misalnya di wilayah Ogan Ilir, titik panas dan titik api mereda.
Bahkan, sejak 11 November 2023, terpantau tidak ada lagi karhutla yang terjadi. Kondisi ini menjadikan satgas pemadaman darat bisa bernapas lega. Mereka bubar siaga, bisa istirahat.
"Satgas bantuan dari luar Ogan Ilir atau BKO-BKO sudah pulang semua," jelas Kepala Pelaksana (Kalaksa) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Ogan Ilir, Edi Rahmat, kemarin (16/11).
Posko-posko karhutla, baik di exit tol Indralaya maupun Pemulutan sudah ditutup. Termasuk di wilayah Kecamatan Indralaya Utara. "Semuanya sudah ditutup. Tinggal lagi Tanjung Raja dan Lubuk Keliat, Insya Allah akan kita tutup besok (Jumat)," terangnya.
Catatan pihaknya, luas lahan yang terbakar di Ogan akibat karhutla mulai Januari 2023 hingga 11 November 2023 mencapai 1.375,8 hektare. Total 317 kejadian karhutla. Meski yang lain sudah bubar, tapi Satgas Karhutla BPBD Ogan Ilir tetap siaga. Lahan yang terbakar tersebar di wilayah Kecamatan Indralaya Utara, Indralaya, Pemulutan, dan Pemulutan Barat.
"Meski anggota BPBD juga sudah kita tarik, tapi mereka tetap siaga. Begitu ada karhutla, langsung bergerak," imbuhnya. Pihaknya berharap tak ada lagi karhutla yang terjadi. Dengan tanpa kebakaran, beberapa hari terakhir kualitas udara di Ogan Ilir terasa bersih.
Indeks standar pencemar udara (ISPU) di Ogan Ilir juga membaik, di angka 83. Tidak ada lagi polusi akibat asap karhutla. Suara helikopter water bombing juga sudah jarang terdengar. Sementara, kondisi di Kabupaten OKI belum sebaik Ogan Ilir.
Hingga kemarin masih terjadi karhutla di wilayah Jungkal, Kecamatan Pampangan. Di sana masih kering, minim hujan. Kepala Balai Pengendalian Perubahan Iklim KLHK Wilayah Sumatera, Ferdian Krisnanto mengatakan, pihaknya tengah melakukan uji coba penyedotan air Sungai Komering untuk mengisi sekat kanal yang dibuat di lokasi karhutla. "Selama 15 hari uji coba. Belum tahu hasilnya karena kemarin baru mulai," ucapnya.
Ia berharap cara ini bisa membantu satgas yang sudah 72 hari lakukan pemadaman di lokasi. Karena api sudah membakar lahan gambut dengan kedalaman 1 meter. Untuk progres pembangunan sekat kanal masih berlanjut. Sebab, air sudah kering. Berharap hujan, sampai sekarang belum turun deras. “Kadang hanya gerimis bahkan tidak turun hujan sama sekali,” beber Ferdian.
Disinggung rencana Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) yang akan membantu water bombing di wilayah konsesi, saat ini masih proses dari KLHK kepada BNPB. "Semoga saja ini bisa dilakukan untuk membantu pemadaman di Jungkal, lahan milik PT WAJ yang pailit," tuturnya.
Sedangkan untuk wilayah lain di OKI sudah bisa dibilang aman. “Tinggal Jungkal dan sekitarnya yang masih harus ekstra,” pungkas Ferdian. Sebelumnya, kerja satgas karhutla di OKI sudah dipantau langsung Menteri LHK, Siti Nurbaya.
Dia mengapresiasi solidnya koordinasi dan kerja lapangan yang dilakukan bersama jajaran BNPB, Pemda, TNI, Polri, BPBD, dan Manggala Agni. Kata Siti, total 109.000 hektare hutan dan lahan yang terbakar di Sumsel sepanjang Januari-Oktober 2023. Kejadian terparah ada di Desa Jungkal. Operasi pemadaman sudah dimulai sejak 9 September 2023.
Manggala Agni bahkan dirikan tenda di lokasi agar personelnya fokus melakukan pemadaman Namun, kebakaran di Jungkal tetap meluas hingga mencapai 6.000 hektare. “Kebakaran di lokasi ini menyumbang polusi asap terbesar di Sumsel, terutama ke Palembang dan sekitarnya. Bahkan, asap mencapai provinsi tetangga, seperti Jambi dan Riau,” beber Menteri LHK.
Secara teknis, karhutla di Desa Jungkal terbilang sulit diatasi. Kondisinya berupa lahan gambut dalam. “Rata-rata kedalamannya sampai 6 meter,” ungkapnya. Semakin sulit karena sumber air untuk pemadaman minim. Belum lagi angin kencang, dengan arah berubah-ubah.(dik/uni/*)