LRT Jadi Moda Transportasi Utama

NAIK LRT: Puluhan penumpang terlihat memenuhi gerbong LRT. Saat ini operasional LRT didukung oleh 51 unit angkutan pengumpan (feeder) LRT sehingga memudahkan masyarakat menaiki transportasi massal ini. foto kris/sumeks--

Lima Tahun Beroperasi, 12 Juta Penumpang

 

PALEMBANG – Keberadaan LRT (light rail transit) sebagai transportasi publik yang aman, nyaman, murah, dan cepat di Kota Palembang sejak lima tahun terakhir sudah memberikan banyak manfaat bagi mobilitas masyarakat sehari-hari. Angkutan kereta api ringan ini menjadi moda transportasi utama bepergian maupun berwisata di dalam kota.

 

“Dulu setiap mau ke Bandara Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II Palembang atau sebaliknya saya biasa diantar keluarga. Sekarang tak merepotkan lagi karena stasiunnya sangat dekat,” ujar Sri Sulastri (32), Minggu (15/10). Warga komplek perumahan Anggrek Residence Blok F Jl OPI 1, Kelurahan 15 Ulu ini mengaku ia naik LRT dari Stasiun DJKA, sekitar 2,6 km atau 8 menit perjalanan mengendarai motor dari  rumahnya.

 

“Dari Stasiun DJKA ke Stasiun Bandara SMB II satu jam perjalanan. Ini enaknya, jadwalnya pasti, berangkat jam 7 sampai jam 8 pagi. Jadi naik LRT nggak khawatir ketinggalan pesawat,” ungkapnya. Tapi berbeda naik motor atau mobil ke bandara, lalu lintas padat tak dapat diprediksi. Kadang macetnya di Jembatan Ampera, Jl Jend Sudirman, Simpang 4 Charitas, dan sebagainya.

 

“Dari rumah saya ke bandara lewat jalur darat itu sekitar 24 km. Cukup jauh. Naik mobil atau taksi, mau cepat, eh jadinya lambat,” tuturnya. Karena itu bagi karyawan BUMN yang sesekali dinas luar kota ini, kehadiran LRT yang beroperasi penuh mulai 1 Oktober 2018 itu betul-betul membantunya bepergian ke mana pun.

 

“Mau pulang juga begitu, operasional LRT kan sampai jam 8 malam. Dari bandara bisa ke stasiun yang terhubung dengan jembatan (sky bridge), naik LRT tetiba langsung sampai. Tak ada angkutan massal ini susah, mau nelpon menunggu suami dulu minta jemput, atau naik taksi biayanya cukup mahal,” terang Sri. Urusannya pun tak melulu ke bandara, mau bekerja juga ia sering menumpang LRT karena stasiunnya dekat kantornya di Jl A Rivai.

 

Tak hanya Sri Sulastri, Junita (30) pun sering memanfaatkan LRT bepergian ke rumah keluarga, pasar, mall, Stasiun KA Kertapati, dan lainnya. Menariknya saat ini sudah ada angkutan pengumpan (feeder) LRT Sumsel berupa angkutan kota (angkot) atau New Oplet Musi Emas yang beroperasi sampai Talang Betutu sejak Desember 2022. Warga Jl Tapak Siring, Lorong Serdang RT 24, Talang Betutu ini menyebut feeder LRT Musi Emas menjangkau sampai rumahnya.

 

“Enaknya naik feeder ongkosnya gratis alias tak berbayar (disubsidi Pemerintah, red). Nanti setopnya di Stasiun Asrama Haji. Dari sana baru ke LRT, tinggal saya mau kemana. Ke Pasar 16 Ilir berhenti di Stasiun Ampera, atau ke Palembang Icon Mall berhenti di Stasiun Bumi Sriwijaya. Karcisnya murah cuma Rp5 ribu, jadi pulang pergi habis Rp10 ribu,” sebutnya.

 

Wajar jika setiap ke pusat kota, Junita yang seorang ibu rumah tangga itu selalu menumpang angkot feeder dan LRT bersama anaknya. “Lebih aman, hemat, dan cepat. Dibanding naik motor, ke Pasar 16 Ilir itu sekitar 19 km dari sini. Kalau kebetulan jalanan lancar satu jam sampai, tapi pas lagi macet lama di jalan,” bebernya.

 

Selain perjalanan lebih ringkas, ia bisa menghemat biaya transportasi kemanapun. Hitung-hitungannya mengendarai motor sendiri sekali jalan beli bensin saja habis Rp20 ribu, sementara ongkos ojek online Rp40 ribu atau taksi online (taksol) mencapai Rp80 ribu. “Pokoknya serba mudah dengan adanya LRT, apalagi feeder-nya tak hanya ke Talang Betutu, tapi ke banyak lokasi,” tuturnya.

 

Saat ini ada 51 unit feeder Musi Emas beroperasi ke 7 rute, yaitu Stasiun LRT Polresta-Kompleks OPI, Stasiun RSUD-Sukawinatan, Stasiun Asrama Haji-Talang Betutu, DJKA-Terminal Pasar Plaju, Kamboja-Bukit Siguntang via Stasiun Demang, Talang Kelapa-Talang Buruk-Stasiun Asrama Haji, dan Stasiun Asrama Haji-Sematang Borang lewat Jl Noerdin Pandji.

 

Dengan semua fasilitas yang ada, wajar LRT menjadi moda transportasi utama di Palembang dan turut meningkatkan penggunaan angkutan umum di Sumsel. Tercatat tahun pertama beroperasi (Juli-Desember 2018), penumpang LRT mencapai 927.432 orang. Tahun berikutnya (2019) melonjak 2.619.159 penumpang. Namun 2020-2021 menurun akibat pandemi Covid-19, masing-masing 1.053.637 dan 1.599.133 penumpang. Di 2022 meningkat lagi hingga 3.087.760 penumpang.

 

Sementara sepanjang periode 1 Januari-25 September 2023 ada 2.920.999 penumpang, dan diproyeksi hingga akhir tahun tercapai lebih dari 3 juta orang. “Kita optimis penumpang LRT tahun 2023 menembus angka 3,5 juta orang,” ungkap Manager Humas PT Kereta Api Indonesia (KAI) Divre III Palembang, Aida Suryanti. Total selama 5 tahun LRT beroperasi sudah menggaet lebih dari 12 juta penumpang.

 

“Saat ini LRT Sumsel beroperasi pukul 05.05-20.43 WIB dengan 94 perjalanan setiap hari,” lanjutnya. Satu rute perjalanan menempuh waktu sekitar 49 menit, melintasi 13 stasiun yaitu DJKA, Jakabaring, Polresta, Ampera, Cinde, Dishub, Bumi Sriwijaya, Demang Lebar Daun, Garuda Dempo, RSUD, Punti Kayu, Asrama Haji, dan Bandara. Tarif sendiri masih sama seperti awal beroperasi, tiket tujuan non bandara Rp5 ribu dan tujuan bandara Rp10 ribu.

 

Tak hanya terhubung dengan angkot feeder, LRT juga terintegrasi dengan layanan Bus Rapid Transit (BRT) Trans Musi (TM) dan Damri. Bahkan demi memudahkan masyarakat supaya semakin tertarik naik angkutan umum, Balai Pengelola Kereta Api Ringan Sumatera Selatan (BPKARSS) bersama operator PT KAI telah menjual tiket integrasi yang lebih murah.

 

Artinya beli satu tiket bisa naik 2 angkutan sekaligus, misalnya LRT-TM (dalam kota) hanya Rp5 ribu (pelajar) dan Rp7 ribu (mahasiswa). Untuk LRT-Damri tujuan Indralaya Rp10 ribu (penumpang umum) dan Rp7 ribu (mahasiswa). Tiket integrasi dijual di 12 stasiun, kecuali Stasiun Bandara.

 

“Konektivitasnya TM-Damri ke Stasiun LRT, seperti bus Damri stay di Stasiun Polresta, penumpang LRT yang mau ke Indralaya dan tujuan lainnya bisa turun ke sana. Untuk TM sesuai koridornya dengan stasiun terdekat LRT,” terang Aida.

 

Harapannya dengan adanya integrasi ini mewujudkan konektivitas antar moda transportasi umum, memudahkan mobilitas masyarakat, serta mengajak kembali ke angkutan umum guna mengurangi beban jalan raya dan polusi udara.

 

Data Badan Pusat Statistik (BPS) yang di-update 28 Juli 2022, mengutip laporan inventarisasi Gas Rumah Kaca (GRK) dan MPV 2020 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI, sektor energi di Tanah Air menyumbang emisi GRK mencapai 638,8 juta ton (34 persen) tahun 2019 dan emisi kendaraan bermotor jadi penyokong utama.

 

Berdasarkan data Kepolisian, ada lebih dari 120 juta unit populasi motor di Indonesia. “Jika satu motor mengkonsumsi 1 liter BBM setiap hari dan menghasilkan 2,5 kg emisi. Maka total pencemaran udara dari emisi karbon sepeda motor mencapai 300 juta kilogram per hari,” ujar Direktur Konservasi Energi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Ditjen EBTKE) Kementerian ESDM, Angraeni Ratri Nurwini.  

 

Di Palembang jumlah sepeda motor 1.117.270 unit, mobil 237.513 unit, truk 90.940 unit, dan bus 1.333 unit. Artinya dari sepeda motor saja, jika semua jalan setiap hari menyumbang sekitar 2,79 juta kilogram emisi per hari di Kota Palembang. Untuk menekan semburan karbon dioksida (CO2) itu, Pemerintah menggalakan Gerakan Nasional Kembali ke Angkutan Umum (GNKAU) supaya penggunaan kendaraan pribadi berkurang, salah satunya melalui LRT Sumsel.

 

Dalam keterangannya, Kepala BPKARSS, Rode Paulus GP SSi MT mencatat tren kenaikan penumpang LRT pada tahun ini. Sebelumnya 2022, okupansi penumpang sekitar 8 ribu-an, meningkat di 2023 dengan rata-rata penumpang harian mencapai 10.535 orang.

 

Ada beberapa faktor penyebab kenaikan tersebut, seperti pihaknya memperbanyak kegiatan eduwisata dan edutrip di LRT, menguatkan kerjasama dengan lintas instansi dan pemangku kepentingan terkait. Membuat kartu berlangganan untuk ASN, lansia, masyarakat umum, pin prioritas bagi ibu hamil dan orang rentan, serta tarif berlangganan bagi penumpang. “Kita juga memaksimalkan tenant UMKM dan ruang kreasi yang ada,” jelasnya.

 

Bila melihat lalu lintas terbanyak jatuh pada hari Sabtu dan Minggu. Dalam 2 hari itu, penumpang bisa tembus 20-30 ribu orang per hari. “Stasiun paling banyak dikunjungi Asrama Haji dan Ampera. Di Asrama Haji banyak pekerja, warga, dan anak sekolah yang menggunakan LRT, sedangkan di Ampera banyak pedagang dan orang yang berlibur,” ungkapnya. Animo itu juga didorong kehadiran feeder LRT yang ada.

 

Kasi Pemanfaatan Sarana dan Prasarana BPKARSS, Aditya Yunianto menambahkan salah satu faktor penting peningkatan jumlah penumpang yaitu kehadiran ruang kreasi, pojok baca, dan tenant UMKM. Ruang kreasi biasanya diisi pertunjukan musik di Stasiun Bumi Sriwijaya, stand UMKM sebagai mitra menjajakan makanan minuman di berbagai stasiun. Lalu sambil menunggu keberangkatan, penumpang dapat membaca buku di pojok baca.

 

Pihaknya pun terus berusaha mengembangkan inovasi dan kreasi meningkatkan jumlah penumpang, salah satunya pemanfaatan aset instansi yang bisa dikelola bersama masyarakat. “Sebagai Badan Layanan Umum, kami mengajak perusahaan dan stakeholder terkait memajukan LRT. Ini moda transpotasi kebanggaan kita bersama,” paparnya.

 

Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi menegaskan peningkatan layanan angkutan massal sebagai wujud nyata implementasi GNKAU. “GNKAU merupakan bagian dari  upaya Pemerintah mengembangkan angkutan umum berbasis jalan dan rel di kawasan perkotaan. Kota Palembang menjadi salah satu kota yang memiliki fasilitas angkutan massal yang lengkap, mulai dari bus, LRT, angkot, sampai angkutan sungai dan danau saling terhubung,” ujarnya.

 

Diakuinya, integrasi antarmoda adalah suatu keharusan dan ini perlu sinergi semua pihak baik Pemda, akademisi, perbankan, masyarakat. Khususnya dalam rangka mengoptimalkan keberadaan LRT Sumsel. “Mari kita kembali ke angkutan umum karena ini memberikan kebaikan untuk kita semua. Tidak macet, tidak capek berkendara, biaya lebih murah, dan lingkungan kita lebih bersih,” bebernya.

 

Namun tantangan ke depan, bagaimana meningkatkan awareness (kesadaran) masyarakat menggunakan angkutan umum secara berkelanjutan. Mengingat data terakhir BPS, persentase penduduk berumur 10 tahun ke atas yang menggunakan kendaraan bermotor umum masih minim sekali. Di Provinsi Sumsel, pada tahun 2017 hanya 3,76 persen dan 2020 sebesar 3,85 persen.

 

Bertambahnya kepemilikan kendaraan pribadi di masyarakat perkotaan maupun pedesaan salah satu pemicunya. Walau sebenarnya di negara maju pun kepemilikan kendaraan bertambah, tapi penggunaan kendaraan umum tetap mayoritas. Ternyata kuncinya, transportasi umum populer di beberapa negara maju lantaran biaya/ongkos yang murah, cepat sampai, menjangkau sampai pelosok kota, jaringan kereta api dan jalan terintegrasi serta terhubung dengan berbagai moda transportasi umum. 

 

Dan kehadiran LRT Sumsel mengawali manajemen transportasi umum yang baik itu di Provinsi Sumsel, khususnya Kota Palembang. Tinggal mengoptimalkan integrasi angkutan serta memperbanyak sarana prasana pendukung, seperti feeder LRT yang menjangkau semua wilayah secara merata. “LRT ini harus banyak angkutan feeder-nya. Sejauh ini kolaborasi antara Kemenhub dengan Pemerintah Kota Palembang menyediakan angkutan feeder sudah cukup baik. Ke depan kita akan menggandeng pihak swasta,” tandas Budi Karya. (fad)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan