Karhutla Tinjauan Secara Kimia Lingkungan

SUMATERAEKSPRES.ID - KEBAKARAN hutan dan lahan (Karhutla) adalah peristiwa yang sering terjadi di berbagai belahan dunia dan memiliki dampak yang sangat merusak terhadap lingkungan, ekonomi, serta kesehatan manusia. Karhutla adalah peristiwa terbakarnya vegetasi yang ada di hutan, padang rumput, dan lahan pertanian.

Karthutla dapat terjadi dalam skala besar apabila pohon-pohon, semak-semak, rerumputan, dan bahan organik lainnya yang terbakar. Proses terjadinya karhutla merupakan rangkaian proses kompleks dan melibatkan sejumlah faktor. Proses terjadinya Karhutla melibatkan beberapa tahapan yang umumnya dimulai dengan kondisi cuaca yang kering dan faktor-faktor tertentu yang memicu api.

Karhutla adalah masalah yang sering terjadi di Sumatera Selatan, Indonesia, dan wilayah-wilayah sekitarnya. Karhutla di Sumatera Selatan pada umumnya terkait dengan musim kemarau yang panjang dan kering. Pada periode ini, kondisi cuaca yang kering dan angin kencang dapat meningkatkan risiko terjadinya kebakaran. Karhutla di Sumatera Selatan sebagian besar terjadi di lahan rawa dan gambut yang tidak produktif (lahan tidur). Hubungan antara lahan rawa gambut dan karhutlah bagaikan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan.

Lahan rawa yang mengalami musim kemarau panjang menyebabkan air surut dan tanah rawa menjadi sangat kering. Dalam kondisi ini, rawa dapat menjadi sangat rentan terhadap kebakaran. Materi organik yang terkandung dalam tanah rawa, seperti serasah dan tumbuhan yang mati, dapat menjadi bahan bakar yang mudah terbakar ketika terjadi kebakaran.

Kebakaran di rawa dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk aktivitas manusia dan faktor alamiah. Aktivitas pembukaan lahan pertanian dengan membakar lahan rawa atau pembakaran sampah adalah contoh aktivitas manusia yang dapat memicu kebakaran di rawa.

Karhutla dapat dianalisis melalui sudut pandang dalam bidang kimia dan lingkungan. Karhutla menghasilkan pelepasan berbagai gas emisi rumah kaca ke atmosfer yaitu karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dan nitrat oksida (N2O) yang berkontribusi pada pemanasan global dan perubahan iklim. Selain gas, Karhutla juga menghasilkan asap dan partikel-partikel kecil yang terbawa oleh angin. Partikel-partikel ini dapat memiliki dampak negatif pada kualitas udara dan kesehatan manusia.

Proses pembakaran yang tidak sempurna dalam Karhutla menghasilkan senyawa kimia yang dapat mencemari udara dan air seperti karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NOx), dan senyawa organik volatil (VOCs). Selama Karhutla, berbagai bahan organik dalam vegetasi terbakar. Proses pembakaran ini menghasilkan senyawa kimia seperti tar, resin, dan zat-zat lain yang dapat mempengaruhi kualitas udara dan tanah.

Untuk mengurangi risiko karhutlah, upaya penanggulangan dan pencegahan sangat penting, diantaranya membuat jalur api sebagai bentuk pertahanan, meningkatkan kesadaran masyarakat, memberlakukan hukuman tegas bagi pelaku pembakaran lahan illegal, peningkatan kemampuan pemadam kebakaran untuk merespons kebakaran dengan cepat dan efektif, konservasi hutan dengan melindungi ekosistem alami dan menjaga keanekaragaman hayati.

Dalam konteks kimia lingkungan, penting untuk memahami bahwa Karhutla tidak hanya memiliki dampak fisik, seperti kerusakan ekosistem dan asap, tetapi juga memiliki dampak kimia yang dapat memengaruhi kualitas udara, air, tanah, dan kesehatan manusia. Oleh karena itu, upaya untuk mengurangi Karhutla juga harus mempertimbangkan dampak kimia dan lingkungan secara keseluruhan. (*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan