Disrupsi Digital, Harus Menyesuaikan Diri
Media Massa Menemukan Relevansinya Kembali
PALEMBANG - Buku karya Agus Sudibyo yang berjudul ‘Media Massa Nasional Menghadapi Disrupsi Digital’, dibedah dalam seminar dan diskusi di Dewan Pers, Rabu (25/1). Diikuti Kementerian Kominfo, Dewan Pers, PWI, Forum Pemred, akademisi, dan lainnya, yang disiarkan live streaming.
Ketua Umum PWI Pusat, Atal S Depari, menyampaikan seminar nasional dan diskusi buku karya Agus Sudibyo ini, merupakan rangkaian dari kegiatan Hari Pers Nasional 2023. “Saya sudah baca buku ini, ada pemetaan di industri media dari buku karya Agus Sudibyo ini. Bagimana kita harus belajar, karena saya rasa kita banyak yang menderita secara profesional, dan dalam buku ini ada juga sejarah jurnalistik," katanya.
Dapat disimpulkannya dari buku itu, yang dapat diambil yaitu rekomendasi dari penulis. Menurut catatannya setidaknya ada 3 poin penting untuk media massa nasional menghadapi disrupsi digital. Pertama, pentingnya membangun kemandirian relatif media massa terhadap platform media massa global. Baca juga : Lindungi Ekosistem Media Massa, Ketua PWI Tegaskan Pentingnya Kehadiran Negara
Kedua, penting nya membangun model bermedia yang menyesuaikan diri dengan perubahan - perubahan pola konsumsi informasi dalam masyarakat. “Ketiga, pentingnya kehadiran negara dalam melindungi ekosistem media massa nasional yang sehat dan seimbang,” papar Atal.
Namun harapannya setelah membaca buku itu, bukanlah disrupsi total yang menyebabkan matinya semua media massa konvensional, cetak maupun lainnya. Dengan begitu terjadi sebuah keseimbangan baru, bahwa media lama dapat hidup berdampingan dengan media baru (media konvensional dapat hidup berdampingan dengan media sosial).
Jika perlu, keduanya berkolaborasi menciptakan iklim yang saling menguntungkan dan bersama-sama mencerahkan masyarakat. "Saya optimistis jika pers nasional mampu menjaga marwahnya sebagai kekuatan keempat demokrasi, dengan senantiasa menghadirkan pemberitaan yang bermartabat, berkualitas, dan mencerahkan," ucapnya. Baca juga : Karir Ninik Rahayu, Ketua Dewan Pers Pengganti Almarhum Prof Azyumardi Azra
Menurutnya, Pers Nasional masih mempunyai masa depan yang cerah. Justru belakangan ini masyarakat semakin gelisah, melihat arus informasi dan percakapan di media sosial yang semakin kasar, konfliktual dan memecah belah. "Keberadaan pers semakin dibutuhkan, media massa menemukan relevansinya kembali," tegasnya.
Ketua Dewan Pers Drs Ninik Rahayu yang diwakili Muhamad Agung Dharmajaya, menyatakan diskusi ini menarik, ketika berbicara media massa nasional menghadapi disrupsi. "Kita paham bahwa setiap perubahan ada konsekuensi," ujar Agung, Wakil Ketua Dewan Pers.
Ketika berbicara analog ke digital, sambung Agung, suka tidak suka dengan segala ceritanya. Seperti media cetak masuk ke era digital, ini menjadi penting. Pertama, siapkah media menghadapi itu. Kedua, bagaimana peran pemerintah ini menjadi penting. “Bukan kita meminta, tetapi konsekuensi yang harus dilakukan. Ketiga, pelaku dunia usaha/bisnisnya. Karena situasi sekarang, suka tidak suka kita yang harus menyesuaikan," tuturnya.
Platform besar dunia, disebutnya baru mengumumkan mem-PHK 12 ribu karyawannya. Kata dia, semoga tidak berimbas sampai ke Indonesia. "Bisa saja wartawannya bertambah, tapi kualitas nyang harus di pertahankan. Era boleh berubah, situasi boleh berubah dari analog ke digital. Tapi kerja jurnalis berkualitas, tetap menjadi penting," pintanya.
Sementara Dirjen IKP Kemenkominfo, Usman Kansong, mengatakan kehadiran pemerintah dalam hal ini dalam upaya untuk regulasi sudah terus diupayakan. "Publish write sudah diupayakan ini konsistensi pemerintah hadir dalam merawat, menjaga media sustainable, ini masalah waktu untuk direalisasikan," ujarnya. (tin/air)