https://sumateraekspres.bacakoran.co/

Triple 95, Cegah dan Lindungi Diri dari HIV/AIDS

*Prof Dr Rico Januar Sitorus SKM Mkes (Epid), Guru Besar Bidang Ilmu Epidemiologi FKM Unsri

SUMATERAEKSPRES.ID - Siapa pun bisa tertular HIV/AIDS. Tapi semua bisa mengambil langkah perlindungan diri. Jangan sampai ada yang tak tertolong karena ketidaktahuan.

Prof Dr Rico Januar Sitorus SKM Mkes (Epid) mendorong 95 persen orang melakukan pencegahan dan pengobatan HIV/AIDS.

Human Immunodeficiency Virus (HIV) masih menjadi masalah kesehatan masyarakat secara global. Telah merenggut hampir 33 juta nyawa.

Diperkirakan ada 38 juta orang yang hidup dengan HIV/AIDS pada akhir 2019 lalu. Hingga 2023, kemungkinan sudah bertambah lagi.

Salah satu target tujuan pembangunan berkelanjutan adalah mengakhiri epidemi HIV/AIDS pada tahun 2030.

Infeksi HIV adalah penyakit kronis yang ditandai dengan replikasi virus yang berkelanjutan. Terjadi kerusakan limposit T cluster diferensiasi 4 (CD4).

Prevalensi HIV/AIDS pada tingkat Nasional untuk kelompok usia 15-49 tahun ke atas diperkirakan mencapai 0,3 persen.

“Penularan HIV/AIDS juga terjadi pada anak-anak. Secara global, 1,8 juta anak <15 tahun hidup dengan HIV," ungkap Prof Rico. Hal itu ia tuangkan dalam orasi ilmiah saat pengukuhannya menjadi guru besar Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unsri, 4 September 2023 lalu. 

Menurutnya, Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dengan epidemi HIV/AIDS masih tinggi.

Terkonsentrasi pada populasi kunci seperti pekerja seks dan pelangannya, pengguna narkotika psikotropika dan zat adiktif lainnya, NAPZA suntik (penasun), lelaki seks dengan lelaki (LSL) dan waria.

Dengan wilayah yang luas dan negara kepulauan, pola epidemic HIV/AIDS dinamis dan kompleks. Tren proporsi kejadian HIV pada populasi mengalami perubahan.

Hasil survei tahun 2007 memperlihatkan prevalens HIV tertinggi pada kelompok Penasun (52,50 persen) dan kelompok Waria (24,33 persen).

Kemudian, hasil survei tahun 2011 menunjukkan pula prevalens HIV tertinggi pada kelompok Penasun (41,2 persen) dan kelompok Waria (21,85 persen). Sedangkan hasil survei 2015 menunjukkan bahwa tiga kelompok prevalens HIV tertinggi yaitu pada kelompok Penasun (28,78 persen), kelompok LSL (25,80 persen) dan kelompok Waria (24,82 persen).

"Di Sumsel jumlah kasus HIV yang dilaporkan mengalami tren naik turun. Pada periode 2010-2019 sebanyak 3.591 orang," terang Prof Rico. .

Pada 2015, diperkirakan jumlah orang dengan HIV/AIDS (ODHA) sekitar 630.000 orang.

Sekitar 10 persen dari infeksi HIV baru di dunia terjadi pada anak-anak. Jumlah anak yang terinfeksi HIV meningkat secara signifikan sejak kasus pertama AIDS diidentifikasi pada 1982. Pada 2010, diperkirakan 3,4 juta anak di bawah usia 15 tahun hidup dengan HIV.

"Data epidemiologi menunjukkan peningkatan kasus HIV/AIDS pada anak-anak.

Data kumulatif penderita baru anak- anak yang terinfeksi sebanyak 150.000 orang di tahun 2020. Mayoritas kasus terjadi di Kawasan kawasan Afrika, Asia, dan Pasifik," ungkapnya.

Data menunjukkan, hanya 52 persen dari semua anak yang terinfeksi HIV berusia 0-14 tahun memiliki akses ke terapi antiretroviral (ART).

Hal ini bertentangan dengan pencapaian target global UNAIDS 90- 90- 90. Program UNAIDS adalah agar 90 persen orang yang hidup dengan HIV  mengetahui status mereka.

WHO melaporkan bahwa pengungkapan status HIV kepada anak-anak yang terinfeksi adalah pintu gerbang menuju pengobatan. 

HIV/AIDS memiliki potensial mengalami co infeksi seperti tuberkulosis (TB). Prevalensi Tuberkulosis pada anak penderita HIV/AIDS sebesar 13,5 -20,3 persen.

Hal ini sangat berkaitan dengan intervensi pencegahan, skrining dan riwayat pajanan TB.

Pada 2017, sebanyak 1,8 juta anak di seluruh dunia menjadi yatim piatu karena AIDS.

Berdasarkan hasil penelitian tahun 2021, proporsi anak dengan HIV/AIDS (ADHA) sebesar 1,6 persen dengan rentang usia 10-13 tahun.

“Hasil penelitian yang dilakukan pada anak yang terinfeksi HIV adalah keterlambatan perkembangan saraf,” bebernya.

Terapi ARV yang efektif telah meningkatkan prognosis untuk pasien yang terinfeksi HIV. Sedangkan, penderita HIV yang tidak mendapatkan pengobatan dapat mengakibatkan AIDS yang ditandai dengan penghancuran progresif kekebalan tubuh penderita.

"ODHA hidup lebih produktif selama mereka tetap ikuti  terapi ARV," terangnya. Terapi antiretroviral terbukti membawa penurunan yang substansial pada tingkat kematian akibat infeksi HIV.

Pasien harus minum obat dengan dosis yang tepat, pada waktu yang sama setiap hari agar pengobatan menjadi efektif. Diagnosis HIV sangat penting untuk pencegahan dan pengobatan.

UNAIDS menetapkan target HIV 95-95-95. Yaitu 95 persen orang melakukan pencegahan transmisi HIV.

95 persen perempuan dapat mengakses layanan HIV dan layanan kesehatan seksual & reproduksi.

"Siapapun bisa tertular HIV, tapi Kita bisa mengambil langkahlangkah untuk melindungi diri dari HIV," tukas Prof Rico. Menurutnya, sudah cukup buruk orang meninggal karena AIDS. T

“Tapi tidak ada yang harus mati karena ketidaktahuan," pungkasnya.

Prof Rico Januar merupakan dosen di FKM unsri. Kelahiran Lumban Tabu, 1981. Lulus S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat di Universitas Sumatera Utara 2002.

Lulus S2 Ilmu Epidemiologi di Universitas Diponegoro  2008. Lulus S3 Ilmu Epidemiologi di Universitas Indonesia  2015.

Terlahir dari pasangan P Sitorus dan R Sibuena. Ia menikah dengan Merry Natalia Panjaitan SSi MKes dan punya lima orang anak.

Telah menghasilkan 22 kali publikasi ilmiah sebagai 1st author dan Co Author sejak 5 tahun terakhir.

Prof Rico pernah menjadi dosen berprestasi tingkat fakultas pada 2015 dan peserta terbaik 1 Unsri Expo Penelitian dan Pengabdian Masyarakat 2022. (dik)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan