https://sumateraekspres.bacakoran.co/

Memaknai Kemerdekaan Energi

Sumber daya alam menjadi salah satu kekuatan terhadap negara yang memilikinya dan mengamankan kepentingan ekonomi strategis dalam jangka panjang (Setiadi, 2023).

Hal ini menjadi salah satu dari banyak implikasi yang harus diamini setiap unsur penyelenggara negara dalam mengamalkan amanat konstitusi, sebagaimana disebut dalam Pasal 33 UUD 1945, “Bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat”.
Tren Transisi Energi dan Peran Serta Indonesia Konsentrasi pada penggunaan energi fosil konvensional yang telah sejak lama membentuk petageo politik dunia, cepat atau lambat harus siap digeser oleh masifnya penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT). Siap tidak siap, Setiadi (2023) menyebut transisi energi akan mengubah langkap energi global sekaligus menggeser poros kepemimpinan dunia. Menyikapi hal ini, kepemimpinan negara hadir dengan strategi quick wins sebagai upaya prioritas mewujudkan percepatan transformasi yang pada akhirnya menyongsong kedaulatan energi. Di tengah gempuran transisi energi yang tengah menjadi tren global, patut diapresiasi Indonesia telah memainkan peran penting serta memegang posisi kunci yang menepis asumsi-asumsi bahwa negara ini hanya menjadi pengekor. Presidensi G20 2022 lalu, sebenarnya cukup membuktikan itu. Apalagi, komitmen Indonesia dalam pencapaian Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 atau mungkin lebih cepat, didukung penuh bahkan digerakkan secara masif oleh dunia bisnis. Menteri BUMN Erick Thohir sendiri menegaskan transisi energi tidak akan menjadi beban untuk perusahaan pelat merah. Justru, Erick menyebut dari isu inilah peluang bisnis baru akan terbuka lebar. BUMN dapat menjadi pendukung ekosistem transisi energi. Adaptasi Model Bisnis Pertamina Dihadapkan dengan konsisi ini, Pertamina sebagai lokomotif penggerak perekonomian nasional tidak memilih mundur. Aksi korporasi lewat skema holding-subholding, di samping ditujukan untuk memfokuskan model bisnis yang kompetitif dalam optimalisasi profit, juga dimaksudkan untuk menciptakan iklim energi yang semakin hijau. Dekarbonisasi Kilang Plaju Dari kilang yang merupakan ‘dapur’ energifosil, upaya dekarbonisasi sebenarnya bukanlah istilah yang baru. Dengan perannya sebagai Subholding Refining & Petrochemical, PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) juga tak ketinggalan dalam mengambil langkah-langkah adaptif sejalan dengan model bisnis Pertamina yang terusbergerak maju ke arah konsentrasi energi hijau.
Program Mandatori Biodiesel sebesar 35% (B35) sebagai bahan bakar nabati yang ditetapkan pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) sejak 1 Februari 2023 lalu, telah disambut baik dengan implementasi yang dimulai dari Kilang Refinery Unit (RU) III Plaju yang memiliki kapasitas produksi sebesar 126,6 MBSD, melalui berbagai penyesuaian sarana dan fasilitas di unit operasinya, sebagai dukungan terhadap pemerintah dalam meningkatkan bauran EBT.
Selain lebih ramah lingkungan karena penggunaan bahan baku dari nabati, implementasi biodiesel B35 di Kilang Plaju juga mendukung terwujudnya kemandirian energi nasional. Produk BBN yang mengkombinasikan 65% diesel dan 35% Fatty Acid Methyl Esters (FAME) yang merupakan turunan Crude Palm Oil (CPO) ini berkontribusi menurunkan ketergantungan negara terhadap impor solar, yang sekaligus meningkatkan keunggulan kompetitif Indonesia sebagai salah satu negara agraris penghasil CPO terbesar. Baru-baru ini, Pertamina juga telah meluncurkan produk Bioetanol sebagai produk BBN baru yang semakin menggeser dominasi fosil. Dalam menyuplai kebutuhan listrik untuk perkantoran dan perumahannya, Kilang Pertamina Plaju juga berdikari dan tetap pada prinsip efisiensi energi. Dibangunnya Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dengan sebanyak 500 modul solar cell yang terpasang di Lapangan Sungai Gerong, menjadi salah satu portfolio hijau yang mendukung target Pertamina dalam penurunan emisi sebesar 30% pada tahun 2030. Utilisasi PLTS menjadi salah satu opsi unggulan yang sekaligus memantik kolaborasi antar Pertamina Group, dimana hal ini juga dipastikan akan mengurangi beban pengoperasian gas turbine dan konsumsi natural gas di kilang, sehingga secara fuel economy, akan bermuara pada penghematan biaya sekaligus penghematan konsumsi gas. Dari segi lingkungan, PLTS Kilang Plaju juga diproyeksikan untuk turut berkontribusi dalam mengurangi emisi karbon sebesar 2.000 Ton/tahun, yang tentu saja menjadi angin positif untuk meningkatkan daya saing sekaligus memastikan keberlanjutan bisnis kilang minyak. Belum lagi, produksi Marine Fuel Oil (MFO) Low Sulphur, primadona Kilang Plaju yang merupakan produk bahan bakar kapal ramah lingkungan, menjadi salah satu bukti sokongan dalam memastikan Security of Supply di tengah pesatnya industry perkapalan dalam rangka mendukung terwujudnya Indonesia sebagai poros maritim dunia. Konklusi: Butuh Nafas Panjang dan Harmonisasi Stakeholder
Walaupun memiliki indeks kompleksitas paling rendah nomor 2 di antara kilang-kilang Pertamina lainnya (NCI Kilang RU III Plaju 3,1), Kilang Plaju tidak pernah berhenti melakukan penyesuaian dan modifikasi kilang dalam menyambut inisiatif pembangunan Green Refinery sebagai milestone Pertamina dalam mendukung capaian target NZE pada 2060.
Jejak langkah ini patut diapresiasi, dimana dalam memperingati momentum HUT Kemerdekaan ke-78 RI ini, Kilang Pertamina Plaju hadir menjadi komplemen terdalam meneguhkan posisi geopolitik Indonesia dalam pengelolaan energi di mata dunia. Perjuangan yang membutuhkan nafas panjang ini tentu saja harus berpijak pada kenyataan sejarah, sebagaimana ungkapan Presiden Soekarno yang masih terngiang-ngiang hingga kini: Jas merah (Jangansekali-sekali melupakan sejarah). Kilang Plaju (dibangun 1904 oleh Shell) dan Kilang Sungai Gerong (dibangun 1926 oleh Stanvac), adalah saksi sejarah perjuangan bangsa. Dari zaman kolonial, pergerakan nasional, kemerdekaan, pasca kemerdekaan dan sampai saat ini Kilang Pertamina Plaju masih berdiri kokoh melampaui zaman dan dioperasikan oleh lintas generasi. Kalau saja, pendiri bangsa kita tidak memiliki semangat revolusi yang visioner, mungkin saja kilang yang berdiri tangguh di pinggir Sungai Musi ini tidak pernah dinasionalisasi sebagai asset bangsa. Semangat kemerdekaanlah, yang kemudian mengantarkan Kilang Plaju, dan Kilang Sungai Gerong, hari ini menjadi salah satu garda terdepan dalam menjaga kedaulatan energi bangsa Indonesia. Pada akhirnya, semangat mewujudkan kedaulatan energi tidak selesai sampai disini. Butuh lebih banyak energi-energi muda dalam menyongsong suksesnya kemerdekaan energi hijau. Di samping itu, tentu saja penguatan peran serta stakeholders harus terus menjadi mandatory dalam bahu-membahu menyongsong suksesnya agenda NZE dan transisi energi global. Selamat ulang tahun yang ke-78 RI, Terus Melaju untuk Indonesia Maju. (*)  

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan