Pelayaran Wajib Bayar Retribusi
*Mangkir, Didenda hingga Kurungan Penjara
PALEMBANG - Terhitung 1 Januari 2023, Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) melakukan pungutan retribusi pelayaran. Jadi setiap prasarana, berupa bangunan seperti pelabuhan atau terminal khusus (tersus) memiliki kewajiban membayar retribusi ke Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel. Besaran retribusi itu sebesar Rp2.500 per meter setiap tahun. Sementara kapal yang melalui perairan juga wajib membayar retribusi sebesar Rp55/GT setiap kunjungan kapal.
"Kita akan mengoptimalkan pungutan ini, demi meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD)," kata Kepala UPTD Penyelenggara ASDP dan Laut Dishub Provinsi Sumsel, Johan Wahyudi ST MEng, kemarin (19/1). Pihaknya terus memetakan peluang besaran retribusi yang dapat menjadi PAD tersebut. "Peluang dan potensi retribusi ini diperkirakan sekitar Rp1 miliar bisa masuk kas pemprov," ungkapnya.
Pungutan itu merupakan kewenangan Pemprov Sumsel, meliputi jasa penggunaan perairan dan jasa labuh di perairan Sumsel. "Gubernur Sumsel telah mengeluarkan surat edaran mengenai penegakkan Perda tentang Retribusi Jasa Kepelabuhan di Perairan Sumsel," bebernya. Baca juga : Pelayaran Wajib Bayar Retribusi
Retribusi itu, diakuinya, merujuk Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2020 tentang Jasa Usaha, salah satu objeknya jasa kepelabuhan. "Pelaku yang tak bayar retribusi akan dikenakan denda hingga kurangan penjara," tegasnya.
Perda yang ada mengacu UU No 17/2008 dan UU No 23/2014 tentang Pemda. Kalau target retribusi, lanjutnya, seluruh pelabuhan yang berada di luar daerah lingkungan kerja pelabuhan (DLKr) dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan (DLKp) Pelabuhan Boom Baru dan Pelabuhan Tanjung Api-Api.
Diperkirakan saat ini jumlah terminal khusus yang ada di Sumsel mencapai puluhan dan tersebar di Kertapati ke hulu, Sungai Lilin, Lalan, serta Sungai Lumpur. "Terus tersebar di Kabupaten Muba, Banyuasin, Muara Enim, Palembang, PALI, serta kabupaten yang memiliki aliran sungai yang bisa dilayari," ucapnya.
Pemprov juga telah membentuk Unit Penyelenggara Pelabuhan Daerah, antara lain UUP Kertapati, UPP Sungai Lumpur, dan UPP Sungai Lilin. "Keberadaan UPP ini dapat mengatur tentang keberadaan tersus ataupun TUKS yang marak dan kurang tertata baik keberadaanya di Sumsel," terangnya. Kondisi itu banyak menimbulkan permasalahan tata ruang dan masalah kemacetan di perairan.
Kepala Dishub Provinsi Sumsel, Drs H Ari Narsa JS, menambahkan, penegakan perda retribusi jasa kepelabuhan bersama Polairud Polda Sumsel dan Sat Pol-PP. “Kami akan melakukan pengawasan bersama. Siapa yang tak melaksanakan pembayaran retribusi sesuai perda berlaku akan dikenakan sanksi hukuman," pungkasnya. (yud/fad)