Banyak Maknanya, Butuh Kesabaran dan Kerja Keras untuk Menikmatinya

*Gulo Palu, Makanan Bingen Zaman Dulu

Bagi generasi Z ataupun anak-anak zaman sekarang mungkin sudah tidak familiar lagi dengan jajanan gulo palu. Tetapi bagi generasi 1980 hingga 1990-an, jajanan ini paling disuka. Butuh perjuangan untuk mencicipi jajanan ini. JAJANAN gulo palu masuk dalam kategori makanan zaman dulu atau zaman bingen (lama) dari KPalembang. Untuk saat ini mungkin cukup sulit ditemukan. Agar gulo palu ini bisa dinikmati memang butuh perjuangan. Jajanan ini harus diuli atau ditarik-tarik terlebih dahulu kemudian dikeraskan. Barulah makanan ini bisa dinikmati. Budayawan Palembang, RM Ali Hanafiah atau lebih dikenal dengan sapaan Mang Amin mengatakan, dari 200-an lebih makanan khas Palembang, gulo palu ini termasuk salah satu di dalamnya.
‘’Ini jajanan kategori anak-anak,’’ katanya.
Dulunya, penjual gulo palu ini datang dengan membawa tambah jualannya. Lalu jualannya diletakkan di tangga rumah warga. Kemudan anak-anak datang untuk membelinya. Dulunya, jajanan gulo palu ini juga banyak dijual di sekolah-sekolah khususnya SD. Gulo palu lazimnya dibeli anak - anak saat pulang sekolah usai makan siang. Yang membuat unik dari jajanan bingen ini cara menikmatinya.
‘’Kalau bahasa lamonya gulo palu itu ‘diuli’ dulu sampai ia masak atau mengental dan mengeras. Lalu gulo palu ini diletakkan di atas daun pisang agar cepat mengeras,” katanya.
Itu pun ada maknanya. Jika gulo palu itu diletakkan di atas kertas akan lebih lama kerasnya. Karena kertas ini kan sudah diproses menggunakan bahan kimia.
‘’Makanya orang dulu ada pesannya, agar tidak menggunakan bahan kimia pada makanan, itulah maknanya,” katanya.
Pesan moral lainnya dari jajanan bingen anak - anak ini yaitu bagaimana anak - anak yang ingin menikmati gulo palu ini mesti sabar. Butuh kerja keras dulu untuk dapat menikmati hasilnya. “Nguli (kata kerja dari uli) gulo palu ini untuk melatih kesabaran anak-anak,’’ katanya. Dijelaskannya, jika gulo palu ini awalnya hanya menggunakan bahan gula abang yang kemudian ditanak setelah itu untuk memakannya diuli sampai masak/keras dan dinikmati. ‘’Kalau sekarang bahan gulo palu sudah menggunakan gula pasir yang kemudian diberi warna, “ jelasnya. Terpisah, Ketua Pemuda Lorong Roda, M Mardo mengatakan, gulo palu ini jajajan anak–anak. Untuk produksi dan pemasarannya memang tak setiap hari. “Untuk kami yang memang sudah rutin buat dan jual kue bingen Palembang di Toko Harum Gulo Palu juga tidak ada setiap hari. Biasanya memang ada juga yang pesan,’’ katanya. Gulo palu ini jajajan yang populer pada masanya. Dirinya bersama dengan pemuda di Lorong Roda memang ingin mengangkat kembali makanan bingen Palembang agar dikenal kembali. “Harapan kita jika ingin mencari kue bingen tahunya ada di Lorong Roda dan ini menjadi destinasi bagi masyarakat ataupun wisatawan untuk datang. Karena kita juga letaknya berseberangan dengan sentra Pempek 26 Ilir,” tambahnya. (Tin)  

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan