Preman Tuan
INILAH yang disebut kudeta setengah hati. Bahkan seperempat. Dunia sempat tertegun. Moskow di-lockdown.
Kembali jadi kota mati, kali ini menegangkan. Yang mau kudeta sudah berbaris bersenjata: tinggal 200 km dari ibukota Rusia.
Mereka adalah tentara yang lagi kecewa. Tentara swakarsa. Harapan mereka untuk segera menguasai seluruh Ukraina tidak kunjung terlaksana.
Padahal mereka sudah 14 bulan berperang di sana.
Mereka menilai, menteri pertahanan yang berkuasa di ibukota sana setengah hati.
Menhan Sergei Shoygu dinilai kurang memberikan dukungan penuh untuk pasukan swakarsa di garis depan.
Puncak kekecewaan itu terjadi mengikuti satu tragedi: roket tentara Rusia ditembakkan ke wilayah yang dikuasai tentara swaskarsa.
Akibatnya banyak pejuang swakarsa tewas. Kecurigaan pun muncul: Menteri Pertahanan Shoygu sengaja memperlemah pasukan tentara swakarsa.
Maka mereka meninggalkan garis depan di Ukraina: berkumpul di kota pelabuhan dekat perbatasan. Di kota Rostov-on-Don.
Praktis kota di muara sungai Don ini dikuasai tentara swakarsa. Di kota berpenduduk 1 juta jiwa itu mereka melampiaskan ketidakpuasan pada pusat. Emosi mereka tercampur dengan gosip politik dan kekuasaan.
Mereka pun menyusun kekuatan: konvoi menuju Rusia. Kekuatan mereka antara 20.000 sampai 50.000 orang bersenjata.
Termasuk senjata berat. Panser. Tank. Semua ikut menuju Moskow. Mereka akan mengambil alih kekuasaan. Agar perang di Ukraina cepat selesai. Ukraina segera dikuasai.
Panglima mereka, Yevgeny Prigozhin, tidak tahan lagi melihat pasukannya jadi sasaran roket negaranya sendiri.
Presiden Ukraina Zelenzkyy mendadak senang: Rusia yang menyerang negaranya ternyata kacau sendiri. Pikir Zelenskyy: Ukraina bisa tiba-tiba menang. Barat harus memanfaatkan momentum ini.
Ia minta negara Nato meningkatkan pengiriman senjata ke garis depan.
Tapi konvoi bersenjata tentara swakarsa itu mendadak berhenti. Presiden BelarusAleksander Lukashenko, terus berbicara dengan panglima mereka.
Keduanya bersahabat sejak lama. Lukashenko merayu Prigozhin untuk jangan meneruskan kudetanya.
Presiden Rusia Vladimir Putin, rupanya curhat soal Prigozhin ke Lukashenko. Tiga orang ini sebenarnya memang satu gang.
Tiga sekawan. Beda tugas. Putin sebagai ketua. Lukashenko sebagai ujung tombak. Prigozhin tukang terobos.
Tidak mungkin sahabat mengudeta sahabat. Sasaran Prigozhin bukan Putin. Yang mau mereka tumbangkan adalah menhan.
Tapi kalau menhan tumbang, Putin bisa ikut tumbang. Menhan membawahkan pasukan resmi negara. Dengan kekuatan jauh lebih besar.
Tentara resmi itulah yang selama ini juga tidak puas. Putin terlalu memberi angin kepada tentara swakarsa.
Pasukan swakarsa pun kian besar. Senjatanya kian lengkap. Polanya mirip dengan yang terjadi di Sudan. Dan di mana saja.
Selama ini tentara swakarsa Rusia dianggap banyak berjasa. Untuk bidang tugas yang tidak bisa dilakukan tentara resmi, Putin menggunakan pasukan swakarsanyaPrigozhin.
Kalau mereka tertangkap di medan perang tidak ada identitas tentara resmi.
Maka keberhasilan Rusia mencaplok semenanjung Crimea dari Ukraina berkat militansi tentara swakarsa ini.
Demikian juga pencaplokan beberapa wilayah Ukraina di bagian timur.
Biaya operasi tentara swakarsa itu ditanggung Prigozhin. Ia seorang pengusaha besar.
Awalnya dari perusahaan katering yang dapat fasilitas khusus. Lalu bisnis ke mana-mana. Karena itu Prigozhin juga dapat julukan ''Juru masaknya Putin''.
Walhasil kudeta itu tidak jadi. Tentara swakarsa dikirim kembali ke medan perang di Ukraina.
Prigozhin sendiri diterbangkan ke Belarusia. Disembunyikan di sana. Belarusia adalah negara yang dipakai Rusia untuk menggempur Ukraina.