Aceh Istimewa
SURAT itu akhirnya dikirim ke presiden. Isinya: minta agar Achmad Marzuki dicukupkan sekian saja. Jangan diperpanjang. Cukup setahun menjadi pejabat gubernur Aceh. Yang mengirim surat: Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA). Resmi. Dengan kesepakatan bulat semua fraksi yang ada di sana. Waktu berkunjung ke Aceh, Jumat-Sabtu lalu, saya sudah mendengar keinginan seperti itu. Sudah pula jadi perbincangan umum. Yang membuat sulit pusat –atau justru mudah– adalah: di surat itu disebutkan pula calon pengganti Marzuki yang diinginkan Aceh. Hanya satu nama. Bustami Hamzah. Pusat tidak diberi pilihan lain. Masih ada sisa waktu 1,5 tahun sampai masa pemilihan kepala daerah serentak di seluruh Indonesia 2024. Waktunya sudah mepet: tanggal 6 Juli depan genap setahun Marzuki menjadi pejabat gubernur Aceh. Berarti di tanggal itu sudah harus ada pejabat baru. Atau masa jabatan Marzuki diperpanjang –kalau Pusat tidak mau mendengar aspirasi daerah. Marzuki adalah pangdam Iskandar Muda di Aceh tahun 2020. Ia bintang dua TNI-AD. Ia orang Palembang yang lahir di Bandung. Usianya 56 tahun. Akmil angkatan 1989. Ia juga pernah jadi asisten operasi di Kodam V/Brawijaya. Sebagai mantan pangdam, Marzuki dianggap sudah mengerti Aceh. Maka tahun lalu namanya tercantum sebagai satu dari tiga calon pejabat gubernur. Nama-nama itu dikirim ke pusat. Yang mengirim: DPRA. Beberapa tokoh mantan Gerakan Aceh Merdeka mendukungnya. Termasuk Muzakir Manaf. Ketua DPRA yang sekarang, Saiful Bahri, juga mendukungnya.
BACA JUGA : Putri CowellTapi, waktu itu, dari tiga nama yang diusulkan ke pusat ada pilihan yang lebih diharapkan: Indra Iskandar. Indra adalah sekjen DPR RI. Tentu punya hubungan baik dengan Puan Maharani yang putri Megawati Sukarnoputri. Puan adalah ketua DPR. Indra, putra daerah Aceh. Tidak berpartai.