Bangun Kembali Kepercayaan Sosial di Era Digital: Pendidikan dan Literasi Digital Jadi Pondasi Utama
Bangun Kembali Kepercayaan Sosial di Era Digital: Pendidikan dan Literasi Digital Jadi Pondasi Utama-Foto: IST -
SUMATERAEKSPRES.ID — Di tengah derasnya arus informasi dan masifnya penggunaan teknologi, tantangan terbesar bangsa hari ini bukan hanya soal kecanggihan alat, tetapi tentang bagaimana manusia menggunakannya dengan bijak.
Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) terus berupaya menanamkan nilai etika digital dan membangun kembali kepercayaan sosial yang mulai tergerus di era digital.
Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kemendikdasmen, Laksmi Dewi, menegaskan bahwa pada tahun 2025, Kemendikdasmen telah menyiapkan berbagai program strategis untuk mengintegrasikan teknologi dalam proses pendidikan.
Tujuannya bukan sekadar mencetak generasi yang cakap teknologi, tetapi juga berkarakter dan mampu berpikir kritis.
BACA JUGA:Diduga Bersenggolan Saat Menyalip, Pemuda Lubuklinggau Tewas di Jalan Yos Sudarso
BACA JUGA:Iman Zikri Serap Aspirasi Warga Pedamaran 1: Harapan Baru untuk Jalan dan Tembok Penahan Tanah
“Teknologi bukan sekadar alat bantu, tapi menjadi ruang pembelajaran yang menumbuhkan nilai-nilai tanggung jawab, kolaborasi, dan kepercayaan sosial,” ujar Laksmi.
Literasi Digital, Fondasi Etika di Dunia Maya
Menurut Laksmi, literasi digital adalah keterampilan kunci dalam menghadapi transformasi digital yang cepat. Literasi ini tidak berhenti pada kemampuan mengoperasikan gawai, melainkan mencakup kemampuan menemukan, menilai, memanfaatkan, dan mengomunikasikan informasi secara bertanggung jawab.
“Dengan literasi digital, kita bisa menumbuhkan kembali kepercayaan sosial yang sempat memudar akibat banjir informasi dan maraknya disinformasi,” tambahnya.
BACA JUGA:Cara Mengirim & Menerima Uang Kripto dengan Aman di Dompet Digital Pribadi
Sebagai langkah konkret, Kemendikdasmen telah memperkenalkan dua mata pelajaran baru yang berfokus pada pemanfaatan teknologi: Informatika, serta Coding dan Kecerdasan Buatan (AI).
Mata pelajaran informatika kini menjadi pelajaran wajib bagi siswa kelas 7 hingga 12, sementara coding dan AI diperkenalkan sejak kelas 5 SD sebagai mata pelajaran pilihan. Program ini menjadi pondasi penting agar setiap anak memahami etika dan tanggung jawab dalam dunia digital.
Kemendikdasmen juga menyiapkan panduan khusus bagi guru dan siswa, mencakup modul literasi digital, pedoman mata pelajaran informatika, hingga pemanfaatan AI dalam pembelajaran.
“Harapannya, guru dan siswa dapat menggunakan teknologi, khususnya AI, bukan hanya untuk belajar, tapi juga untuk berkreasi secara etis dan produktif,” tutur Laksmi.
Sinergi Pendidikan dan Etika Digital
Pandangan serupa disampaikan oleh Ismunandar, Staf Ahli Bidang Hubungan Antar Lembaga Kementerian Kebudayaan sekaligus Head of Adviser Day of AI Indonesia.
Ia menilai literasi digital kini menjadi kebutuhan dasar bagi seluruh lapisan masyarakat, tidak hanya bagi pelajar.
“Kita harus memahami AI secara etis, bertanggung jawab, dan inklusif. Day of AI telah menyediakan materi pembelajaran terbuka (open source) yang dikontekstualisasikan untuk guru di Indonesia,” jelasnya.
Program tersebut membuka kesempatan luas bagi tenaga pendidik untuk memahami kecerdasan buatan dari sisi kemanusiaan, bukan sekadar teknis.
Menumbuhkan Kepercayaan Melalui Digital Humanism
Dari dunia akademik, Irini Nalis-Neuner, peneliti di Christian Doppler Laboratory for Recommender System, menekankan pentingnya mengembalikan unsur kemanusiaan dalam interaksi digital. Menurutnya, Digital Humanism—sebuah konsep yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dalam penggunaan teknologi—menjadi kunci untuk membangun kepercayaan antara manusia dan sistem digital.
“Teknologi seharusnya memperkuat kepercayaan, bukan menggantikannya. Dengan AI yang bertanggung jawab dan beretika, kita dapat menciptakan ruang digital yang aman dan saling menghargai,” ujarnya.
Membangun Masa Depan yang Inklusif dan Terpercaya
Dari serangkaian inisiatif dan kolaborasi lintas sektor ini, satu pesan menjadi jelas: pendidikan dan literasi digital bukan hanya sarana belajar teknologi, melainkan sarana menumbuhkan nilai-nilai kemanusiaan.
Kepercayaan sosial—yang menjadi perekat bangsa—dapat tumbuh kembali jika teknologi digunakan dengan empati, tanggung jawab, dan kesadaran etis.
Sinergi antara pendidikan, teknologi, dan kemanusiaan inilah yang diharapkan menjadi fondasi menuju masyarakat digital Indonesia yang inklusif, aman, dan saling percaya.
