Perubahan Iklim 2025: Pertanian Tertekan, Harga Pangan Melonjak
Tahun 2025 menjadi saksi nyata bagaimana perubahan iklim menekan sektor pertanian sekaligus mengguncang stabilitas harga pangan.-Foto: sumateraekspres.id-
SUMATERAEKSPRES.ID – Tahun 2025 menjadi saksi nyata bagaimana perubahan iklim menekan sektor pertanian sekaligus mengguncang stabilitas harga pangan.
Cuaca ekstrem, pergeseran musim, hingga bencana alam yang kian sering terjadi membuat para petani berada di garis terdepan menghadapi dampak yang ditimbulkan.
Pertanian, sebagai tulang punggung penyedia pangan dunia, kini menghadapi tantangan besar.
Ketersediaan bahan makanan dan harga komoditas semakin sulit dikendalikan, baik di tingkat lokal maupun global.
BACA JUGA:Prakiraan Cuaca Sumsel Jumat, 5 September 2025: Hujan Merata, Dua Daerah Berpotensi Petir
BACA JUGA:Saat Cuaca Tak Menentu, Waspadai 7 Ancaman Kesehatan Ini
Musim Tanam yang Kian Tidak Menentu
Salah satu dampak paling terasa adalah pergeseran musim tanam. Para petani di berbagai daerah melaporkan jadwal tanam yang dulu bisa diprediksi, kini kacau balau.
Hujan turun terlambat, curah hujan berlebih, atau justru kekeringan panjang membuat pola tanam berantakan.
Fenomena iklim global seperti El Niño dan La Niña yang kian sulit diprediksi memperparah kondisi.
Beberapa wilayah dilanda banjir di tengah musim kemarau, sementara daerah lain justru mengalami kekeringan parah. Akibatnya, produktivitas tanaman pangan utama seperti padi, jagung, dan kedelai menurun tajam.
BACA JUGA:Panduan Lengkap Memilih Asuransi Kesehatan Keluarga 2025
BACA JUGA:Perbandingan Baterai Redmi 13C vs OPPO A18 dalam Penggunaan Sehari-hari
Ancaman Hama dan Biaya Produksi Tinggi
Selain masalah cuaca, petani juga menghadapi ledakan hama dan penyakit tanaman. Suhu yang lebih panas mempercepat siklus hidup hama, sehingga jumlahnya meningkat drastis. Bahkan di beberapa daerah, muncul jenis hama baru yang sebelumnya tidak pernah ada.
Petani terpaksa meningkatkan penggunaan pestisida untuk menyelamatkan tanaman. Namun, langkah ini justru menambah beban biaya sekaligus membawa risiko pencemaran tanah dan air.
