Mengungkap Sejarah Benteng Kuto Besak: Simbol Kejayaan Kesultanan Palembang di Tepian Sungai Musi
Benteng Kuto Besak, simbol perjuangan dan kejayaan Palembang, masih kokoh di tepi Sungai Musi. Foto: attourin--
SUMATERAEKSPRES.ID - Benteng Kuto Besak (BKB) berdiri megah di tepi Sungai Musi, menjadi salah satu warisan sejarah paling penting dari Kesultanan Palembang Darussalam.
Dengan dinding-dinding yang kokoh dan arsitektur yang megah, benteng ini bukan hanya menjadi simbol kekuatan Kesultanan Palembang, tetapi juga saksi bisu perjalanan panjang sejarah kota Palembang.
Pembangunan benteng ini penuh dengan cerita perjuangan, ambisi, dan semangat mempertahankan kedaulatan.
Konteks Sejarah dan Latar Belakang
Pada abad ke-17, Kesultanan Palembang Darussalam merupakan salah satu kerajaan Islam terkemuka di Nusantara.
Lokasinya yang strategis di tepi Sungai Musi menjadikan Palembang sebagai pusat perdagangan internasional, tempat bertemunya pedagang dari Tiongkok, India, Arab, dan Eropa.
Namun, posisi strategis ini juga menjadikan Palembang rentan terhadap serangan dari luar, terutama dari kolonial Belanda yang mulai memperluas pengaruhnya di Sumatera.
BACA JUGA:Sukses, Festival Jazz Internasional Suara Musi 2024 di BKB Dibanjiri Penonton
BACA JUGA:Kampanye Akbar Fitri-Nandri di BKB, Lautan Massa Bersatu Untuk Kemenangan 27 November!
Kesultanan Palembang dipimpin oleh Sultan Mahmud Badaruddin I, seorang pemimpin yang dikenal visioner dan tegas.
Ia menyadari bahwa pertahanan kesultanan perlu diperkuat untuk melindungi wilayahnya dari ancaman penjajah.
Pada masa itu, Kesultanan Palembang sudah memiliki Kuto Lamo, sebuah benteng kayu yang terletak di dekat lokasi Benteng Kuto Besak saat ini. Namun, Kuto Lamo dinilai tidak memadai untuk menghadapi senjata modern yang dimiliki musuh.
Gagasan Sultan Mahmud Badaruddin II
Pembangunan Benteng Kuto Besak baru dimulai pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Badaruddin II (1803–1821), cucu dari Sultan Mahmud Badaruddin I.
