Didakwa Terima Fee Rp3,7 Miliar, Kasus Dugaan Suap Fee Proyek Pokir DPRD OKU
DAKWAAN: Empat terdakwa kasus dugaan suap fee proyek pokok-pokok pikiran DPRD OKU menjalani sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor pada PN Palembang, Senin (4/8). -Foto : Nanda/Sumeks-
PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID - Empat terdakwa yang terjerat kasus dugaan suap fee proyek pokok pikiran (Pokir) DPRD Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) menjalani sidang dakwaan yang dibacakan JPU KPK RI, di Pengadilan Tipikor pada PN Palembang Kelas IA Khusus, Senin (4/8/).
Keempat terdakwa yang dihadirkan di hadapan Majelis Hakim diketuai Fauzi Isra SH MH masing-masing Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) OKU, Nopriansyah serta tiga anggota DPRD OKU, yakni Umi Hartati, M Fahruddin, dan Ferlan Juliansyah,
Dalam dakwaannya JPU KPK mendakwa para terdakwa telah menerima uang suap sebesar Rp3,7 miliar terkait pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) OKU tahun 2025. Uang fee yang diberikan kepada keempat terdakwa berasal dari proyek-proyek pokok pikiran (Pokir) DPRD OKU tahun anggaran 2024-2025 di Dinas PUPR.
"Keempat terdakwa menerima uang sebesar Rp1,5 miliar dari Ahmad Sugeng Santoso dan Mendra alias Kidal, serta Rp2,2 miliar dari M Fauzi alias Pablo dan Ahmat Thoha alias Anang," kata JPU KPK.
JPU KPK melanjutkan, jika perbuatan tersebut timbul saat akan dilakukan pengesahan RAPBD 2025. Dimana saat itu tidak menemukan kesepakatan dikarenakan adanya dua kelompok yang berseberangan di internal DPRD. "Hal tersebut membuat alat kelengkapan dewan (AKD) tak kunjung terbentuk hingga memasuki tahun 2025," jelas JPU KPK.
BACA JUGA:3 Daerah di Sumsel Kebagian Proyek DME Rp164 T, Juga Industri Chlor Alkali Plant
BACA JUGA:Pastikan Transparan, Pengerjaan Proyek Sesuai RAB
Kemudian pada 13 Januari 2025, AKD akhirnya dibentuk, salah satunya Umi Hartati menjabat Ketua Komisi II, Ferlan Juliansyah dan M Fahruddin yang duduk di Komisi III tergabung dalam Badan Anggaran (Banggar).
Selanjutnya, DPRD mengusulkan paket pekerjaan pokir senilai Rp45 miliar untuk dimasukkan dalam RAPBD 2025. Namun dana pokir tidak bisa diakomodasi secara langsung dalam APBD, dan sebagai gantinya anggota DPRD akan menerima uang komitmen dari rekanan proyek.
Menindaklanjuti hal itu, Nopriansyah pun menghubungi pihak swasta, yakni M Fauzi alias Pablo dari CV Daneswara Satya Amerta serta Ahmad Sugeng Santoso, untuk menawarkan paket proyek Dinas PUPR dengan kewajiban menyetorkan fee kepada anggota DPRD. Tawaran itu disetujui dan dana fee pun mulai mengalir.
Atas perbuatannya, para terdakwa didakwa melanggar Pasal 12 huruf (b) Undang-Undang Tipikor, dengan alternatif dakwaan Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 11, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 64 ayat (1) KUHP. Atas dakwaan JPU KPK, keempat terdakwa tidak mengajukan nota keberatan (eksepsi) atas dakwaan tersebut, dan akan dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi yang akan dihadirkan oleh JPU. Pada persidangan pekan depan.
