Kedepankan Sanksi Berkeadilan dan Sosial, Kajati-Gubernur Sumsel Tandatangani MoU Penyelarasan KUHP Baru
MOU PEMPROV-KEJATI SUMSEL : Kajati Sumsel Dr Ketut Sumedana SH MH dan Gubernur Sumsel Dr H Herman Deru SH MM, menandatangani MoU, disaksikan Sekretaris Jampidum Kejagung RI Dr Undang Mugopal SH MHum, Kamis (4/12). -FOTO: KRIS SAMIAJI/SUMEKS-
Semua pemangku kepentingan harus bergerak bersama, termasuk pengadilan, lembaga pemasyarakatan, pemerintah daerah, dan unsur masyarakat.
“Restorative justice menjadi kunci dalam UU baru ini. Kita ingin mengurangi ketergantungan pada hukuman penjara dan lebih fokus pada solusi yang memberikan manfaat sosial,” tegasnya.
Dia menyebut, biaya penanganan satu perkara hingga masuk ke lembaga pemasyarakatan bisa sangat tinggi.
Oleh karena itu, dia menilai pentingnya menemukan pendekatan hukum yang lebih efisien tanpa mengurangi esensi keadilan.
Ketut mencontohkan sejumlah daerah seperti Bali, yang telah menerapkan kerja sosial sebagai hukuman alternatif dan berhasil mendapat respons positif dari masyarakat.
Sehingga dia berharap kerja sama antara Kejaksaan dan pemerintah daerah di Sumsel, dapat menjadi model implementasi KUHP baru di Indonesia.
Perlunya rancangan program kerja sosial yang jelas, terukur, dan dapat dilaksanakan dengan melibatkan masyarakat.
“Kita ingin memastikan bahwa setiap pelanggar yang mendapat hukuman sosial benar-benar bekerja dan berkontribusi positif,” kata Ketut.
Namun demikian, untuk tindak pidana berat pembunuhan, teroris tidak bisa RJ. Tetap mengikuti aturan hukum yang berlaku.
Sekretaris Jampidum Kejagung RI Dr. Undang Mugopal SH M.Hum, mengatakan penandatanganan MoU ini merupakan bukti kuat komitmen bersama dalam menjalankan transformasi hukum Indonesia.
Menurutnya, UU No. 1 Tahun 2023 bukan hanya regulasi teknis, tetapi representasi cita-cita bangsa dalam menciptakan sistem hukum modern yang berkeadilan dan berorientasi pemulihan.
Undang Mugopal menegaskan bahwa KUHP baru membawa perubahan mendasar dari paradigma lama yang selalu memusatkan hukuman pada penjara.
Kini, muaranya adalah keadilan restoratif atau sanksi sosial yang lebih manusiawi dan memberikan dampak nyata.
