PALEMBANG - Suhu panas mulai menyelimuti Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) saat ini. Rasa gerah mungkin sudah dirasakan masyarakat, meskipun rintik hujan masih turun sesekali. Terpantau Stasiun Meteorologi SMB II Palembang, suhu panas telah mencapai 34.6° celsius menyelimuti wilayah Kota Palembang.
"Ada beberapa faktor terjadinya peningkatan suhu udara, sehingga pada saat siang hari, masyarakat mungkin kurang nyaman dengan kondisi tersebut,” kata Sinta Andayani, Kepala Unit Analisa dan Prakiraan Stasiun Meteorologi SMB II Palembang, kemarin (27/4). Menurutnya, wilayah Sumsel saat ini tengah memasuki peralihan musim hujan ke kemarau. Intensitas hujan mulai menurun, tutupan awan berkurang dan pancaran sinar matahari langsung ke permukaan bumi.Proses penguapan dan pembentukan awan di siang hari, juga berpengaruh terhadap rasa gerah yang dirasakan masyarakat. "Posisi gerak semi matahari berada sedikit di utara khatulistiwa di lintang rendah," jelasnya. Sehingga pancaran sinar matahari lebih maksimal, bila dibandingkan posisi matahari berada jauh di utara di lintang menengah khatulistiwa. "Gerak semu matahari ini merupakan siklus biasa yang selalu terjadi setiap tahunnya," ungkapnya. Pos pengamatan cuaca Bandara SMB II sendiri mencatat suhu udara minimal 24.3 - 25.1°C minimal dan 32.1-34.6 °C sekarang ini.
Sementara, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan fenomena udara panas yang terjadi di Indonesia belakangan ini tidak masuk dalam kategori gelombang panas. Hal tersebut merujuk kepada karakteristik fenomena maupun karakteristik pengamatan suhu."Fenomena udara panas yang terjadi di Indonesia belakangan, jika ditinjau secara lebih mendalam secara karakteristik fenomena maupun secara indikator statistik pengamatan suhu, tidak termasuk kedalam kategori gelombang panas, karena tidak memenuhi kondisi-kondisi tersebut," ujar Dwikorita dalam siaran pers BMKG, kemarin. Secara karakteristik fenomena, suhu panas yang terjadi di wilayah Indonesia merupakan fenomena akibat dari adanya gerak semu matahari yang merupakan suatu siklus yang biasa dan terjadi setiap tahun. Sedangkan secara indikator statistik suhu kejadian, lonjakan suhu maksimum yang mencapai 37,2° Celcius melalui pengamatan stasiun BMKG di Ciputat pada pekan lalu hanya terjadi satu hari tepatnya pada tanggal 17 April 2023.
"Suhu tinggi tersebut sudah turun dan kini suhu maksimum teramati berada dalam kisaran 34 hingga 36°Celcius di beberapa lokasi. Variasi suhu maksimum 34°Celcius - 36°Celcius untuk wilayah Indonesia masih dalam kisaran normal klimatologi dibandingkan tahun- tahun sebelumnya," jelas Dwikorita.Lebih lanjut, Dwikorita menjelaskan mengenai kondisi suhu udara panas yang dibahas oleh berbagai media. Suhu panas itu juga dikaitkan dengan fluktuasi radiasi ultraviolet (UV) dari sinar matahari. Dwikorita menjelaskan, besar kecilnya radiasi UV yang mencapai permukaan bumi memiliki indikator nilai indeks UV.
Indeks ini dibagi menjadi beberapa kategori: 0-2 (Low), 3-5 (Moderate), 6-7 (High), 8-10 (Very high), dan 11 ke atas (Extreme). Secara umum, pola harian indeks ultraviolet berada pada kategori “Low” di pagi hari, mencapai puncaknya di kategori “High”, “Very high”, hingga “Extreme” ketika intensitas radiasi matahari paling tinggi di siang hari antara pukul 12:00 s.d. 15:00 waktu setempat."Dan bergerak turun kembali ke kategori “Low” di sore hari. Pola ini bergantung pada lokasi geografis dan elevasi suatu tempat, posisi matahari, jenis permukaan, dan tutupan awan," ungkap Dwikorita. Dia menegaskan, tinggi rendahnya indeks UV tidak memberikan pengaruh langsung pada kondisi suhu udara di suatu wilayah. "Untuk wilayah tropis seperti Indonesia, pola harian seperti disampaikan di atas secara rutin dapat teramati dari hari ke hari meskipun tidak ada fenomena gelombang panas. Faktor cuaca lainnya seperti berkurangnya tutupan awan dan kelembapan udara dapat memberikan kontribusi lebih terhadap nilai indeks UV," papar Dwikorita. (nsw/yud/fad/)
Kategori :