Mereka harus memahami seluk-beluk teknologi ini, termasuk etika penggunaannya. Kolaborasi ini menuntut literasi teknologi dan pemahaman mendalam terhadap batas-batas moral digital.
4. Tantangan Psikologis dan Eksistensial
AI membentuk standar estetika, gaya hidup, dan pola sukses. Gen Z sering terjebak dalam tekanan memenuhi ekspektasi digital yang tak selalu realistis.
Konsekuensi:
Meningkatnya angka kecemasan, kesepian, dan depresi. Bahkan muncul krisis eksistensial tentang peran manusia dalam dunia yang semakin terotomatisasi.
BACA JUGA:Diingatkan Jangan Perpanjang Libur, Tahun Ajaran Baru 2025/2026 Mulai 14 Juli
BACA JUGA:PLN Peroleh Penetapan Lokasi dan Dukungan Penuh Pemkab Banyuasin
Menjadi Subjek, Bukan Objek Teknologi
Alih-alih menjadi korban teknologi, Gen Z justru memiliki kesempatan untuk menjadi navigator utama masa depan digital. Beberapa langkah strategis yang penting:
- Pendidikan AI yang Komprehensif: Literasi algoritmik dan etika digital perlu dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah.
- Penguatan Soft Skills: Empati, kreativitas, dan kemampuan komunikasi harus diasah sejak dini.
- Manajemen Keseimbangan Digital: Aktivitas offline dan interaksi manusiawi harus dijaga agar identitas tetap utuh.
- Aktivisme Digital: Gen Z harus terlibat dalam menyuarakan etika, keadilan, dan keberpihakan teknologi terhadap kemanusiaan.
AI tidak hanya alat, melainkan katalis perubahan besar dalam tatanan sosial dan psikologis Gen Z. Dampaknya sangat luas — dari pola konsumsi informasi hingga tujuan hidup.
Namun, nasib masa depan tidak ditentukan oleh teknologi, melainkan oleh bagaimana Gen Z memanfaatkan dan menyikapinya.
BACA JUGA:Mencekam, Pertamina Disusupi Perampok!, Uji Kesiapsiagaan Hadapi Situasi Genting
BACA JUGA:Nama Baru Bakal Isi Jajaran Direksi BSB, Marzuki hingga Amrul
Di tengah dunia yang makin diatur oleh kode dan algoritma, harapan terbesar justru terletak pada manusia yang bisa berpikir bebas dan bertindak dengan nurani.