Cerita-cerita ini menjadi bagian dari budaya dan tradisi lokal, sering kali diceritakan dalam acara-acara adat atau saat berkumpul bersama keluarga.
Nama “Lorong Sungai Buntu” di Palembang memiliki sejarah yang menarik dan erat kaitannya dengan kondisi geografis serta perubahan lingkungan di kota tersebut.
Menurut cerita rakyat dan beberapa sumber sejarah, nama ini berasal dari kondisi sungai yang dulunya mengalir di daerah tersebut namun kemudian mengalami pendangkalan dan penyumbatan, sehingga alirannya terhenti atau "buntu".
Pada masa lalu, Palembang dikenal sebagai “Kota Seribu Sungai” karena banyaknya anak sungai yang mengalir di seluruh kota. Sungai-sungai ini menjadi jalur utama transportasi dan perdagangan.
Namun, seiring waktu, banyak anak sungai mengalami pendangkalan dan perubahan fungsi menjadi got atau parit.
Hal ini menyebabkan beberapa sungai, termasuk yang berada di Lorong Sungai Buntu, kehilangan peran pentingnya dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.
Cerita tentang asal-usul nama ini juga sering dikaitkan dengan legenda lokal yang menyebutkan bahwa sungai tersebut dihuni oleh makhluk gaib yang menjaga keseimbangan alam di sekitarnya.
Ketika sungai tersebut tersumbat, masyarakat percaya bahwa itu adalah tanda kemarahan dari makhluk gaib tersebut.
Selain legenda tentang makhluk gaib yang menjaga Sungai Buntu, ada beberapa cerita rakyat lain yang menarik dari daerah tersebut. Salah satunya adalah kisah tentang Putri Sungai Buntu.
Menurut legenda, dahulu kala, ada seorang putri cantik yang tinggal di dekat Sungai Buntu. Putri ini dikenal karena kecantikannya yang luar biasa dan kebaikan hatinya.
Banyak pangeran dari berbagai kerajaan datang untuk melamarnya, tetapi sang putri selalu menolak dengan halus karena hatinya sudah tertambat pada seorang pemuda sederhana dari desa setempat.
Suatu hari, seorang pangeran yang sangat berkuasa merasa tersinggung karena lamarannya ditolak. Dalam kemarahannya, ia mengutuk sungai tersebut sehingga alirannya terhenti dan menjadi buntu.
Putri yang sedih melihat keadaan sungai dan desanya, berdoa kepada para dewa untuk mengembalikan aliran sungai.
Dewa-dewa terharu dengan ketulusan doanya dan mengubah putri tersebut menjadi roh penjaga sungai. Sejak saat itu, putri tersebut dipercaya menjaga Sungai Buntu dan melindungi desa dari segala bahaya.
Cerita ini sering diceritakan dalam acara-acara adat dan menjadi bagian dari warisan budaya lokal.
"Kalau sejarah penamaan Sungai Buntu ini banyak versi yang berkembang di tengah masyarakat. Namun yang pasti, sejauh ini memang aliran sungai tersebut tersumbat atau yang dalam bahasa Palembang disebut buntu."