Sejarah Cinde dari Masa Kesultanan Palembang, Dulu Pusat Perdagangan Komoditi, Kini Terbengkalai

Rabu 30 Oct 2024 - 19:09 WIB
Reporter : Agustina
Editor : Edi Sumeks

SUMATERAEKSPRES.ID - Ketika menyebutkan Cinde di Kota Palembang, maka akan identik dengan pasar tradisional Cinde dengan segala aktivitasnya mulai dari perdagangan komoditi, pusat barang bekas hingga batu cincin dulunya. 

Kondisi Cinde yang kini miris karena pembangunan proyek Aldiron Plaza untuk mengembangkan lebih modern malah terbengkalai. Nah, jauh sejauh sebelum itu. Cinde memiliki sejarah yang panjang setidaknya dari masa Kesultanan Palembang. 

Sejarawan Palembang, RM Ali Hanafiah (Mang Amin) menjelaskan, ada beberapa pendapat soal Cinde ini. Pertama ada yang menyebutnya Candi Walang dan ada juga yang menyebutkan Cinde Welan. "Cinde itu merupakan tempat pemakaman dari Susuhunan  Abdurrahman atau Sultan Pertama yang mendirikan Kesultanan Palembang 1659, tapi ada juga yang berpendapat bahwa Kesultanan Palembang didirikan di 1666," sampainya, Rabu (30/10). 

Dikatakannya, pada beberapa tulisan, Sultan Abdurrahman disebut Sultan Candi Walang. Candi Walang  itu beberapa ahli berpendapat sebagai tempat berduka. "Kemudian kalau balik ke kata-kata cinde, cinde adalah selendang ukuran besar bermotif kain pelangi, cinde ini setiap kali orang Palembang buat rumah itu sebelum ada bendera Merah Putih dipasang di alang sunan (di pucuk). Tapi Cinde Walang ini juga diterjemahkan sebagai bendera duka," jelasnya. 

BACA JUGA:Update Kasus Pasar Cinde, Mantan Sekda Kota Palembang Harobin Mustofa Penuhi Panggilan Kejati Sumsel

BACA JUGA:Pemeriksaan Dua Saksi Baru dalam Kasus Korupsi Pembangunan Pasar Cinde, Pengusutan Terus Dilakukan

Kemudian, Mang Amin mengatakan bahwa nama cinde ini yang diartikan sebagai bagus. "Pemborong menamakan Pasar Cinde pada masa Wali Kota Ali Amin sekitar 1950-an yang memiliki Cinde (seperti pengucapan Melayu) berarti bagus," Katanya. 

Dikaitkan dengan keberadaan sungai di kawasan tersebut, Mang Amin mengatakan mungkin saja ada dan ditimbun. Hampir semua daerah di Palembang ini ada sungai, cuma sungai-sungai ini ditutup atau ditimbun saat masa Belanda untuk membuat akses transportasi darat ataupun kepentingan lainnya. "Karena Palembang juga dikenal dengan daerah seribu sungai. Karena hampir seluruh daerah itu tidak lepas dari sungai," ujarnya. 

Ahli sejarah dari Universitas Sriwijaya, Dr Dedi Irwanto, mengatakan, Cinde Welang ini tanah tinggi. Semacam delta, pulau dikelilingi air. "Tanah tinggi Cinde Welang digunakan untuk kuburan, terutama kuburan para raja," pungkasnya.

Kategori :