Paus Fransiskus Hadiri Pertemuan Lintas Agama di Masjid Istiqlal, Deklarasi Istiqlal 2024 Disampaikan

Kamis 05 Sep 2024 - 19:05 WIB
Reporter : Rian Sumeks
Editor : Rian Sumeks

JAKARTA, SUMATERAEKSPRES.ID - Pemimpin Gereja Katolik dunia sekaligus Kepala Negara Vatikan, Paus Fransiskus, menghadiri pertemuan tokoh lintas agama yang digelar di halaman Masjid Istiqlal, Jakarta, pada Kamis (5/9/2024).

Pertemuan ini diisi dengan pembacaan Deklarasi Istiqlal 2024 yang menegaskan komitmen untuk menjaga kerukunan antarumat beragama dan melindungi lingkungan dari krisis iklim.

Deklarasi tersebut dibacakan oleh Monsinyur Tri Harsono, perwakilan Konferensi Waligereja Indonesia, dan Ismail Cawidu, perwakilan dari Masjid Istiqlal.

Dalam acara tersebut, sejumlah tokoh agama dari berbagai kepercayaan turut hadir, termasuk perwakilan dari Islam, Kristen, Katolik, Konghucu, Buddha, serta penghayat kepercayaan.

BACA JUGA:Paus Fransiskus Apresiasi Kerukunan, Puji Terowongan Penghubung Katedral dan Masjid Istiqlal

BACA JUGA:Paus Fransiskus dan Toyota Innova Zenix. Pilihan Simpel untuk Kunjungan Bersejarah

Deklarasi Istiqlal 2024: Seruan untuk Kerukunan dan Perlindungan Lingkungan

Deklarasi Istiqlal 2024 berisi penegasan akan pentingnya menjaga kerukunan antarumat beragama serta penanganan krisis lingkungan.

Dalam sambutannya, Monsinyur Tri Harsono menyatakan bahwa dunia saat ini tengah menghadapi dua krisis utama: dehumanisasi dan perubahan iklim.

"Kita semua dapat melihat bahwa dalam beberapa dekade terakhir, dunia menghadapi dua krisis besar, yakni dehumanisasi dan perubahan iklim," ungkap Tri Harsono.

BACA JUGA:Kemenag Surati Kominfo, Sarankan Azan Magrib Diganti Running Text di TV Saat Misa Paus Fransiskus

BACA JUGA:Rektor UIN Syarif Hidayatullah Sambut Kunjungan Bersejarah Paus Fransiskus ke Indonesia

Deklarasi tersebut menyoroti dua isu besar yang dihadapi dunia saat ini. Pertama, dehumanisasi yang ditandai dengan meningkatnya kekerasan dan konflik di berbagai belahan dunia.

Dalam hal ini, agama sering disalahgunakan untuk membenarkan kekerasan, menyebabkan penderitaan bagi banyak orang, terutama perempuan, anak-anak, dan lanjut usia.

Padahal, agama seharusnya berperan dalam mempromosikan martabat dan kesejahteraan setiap manusia.

Kategori :