Peristiwa kebakaran Depo Plumpang Pertamina Jakarta Utara Jumat malam (3/3) lalu sekitar pukul 20.30 WIB, tidak hanya merugikan harta/inventaris perusahaan melainkan korban nyawa manusia yang berada di sekitar perusahaan, tetapi juga menelan korban jiwa 18 orang meninggal dunia, serta luka luka bakar mencapai 49 orang, belum termasuk orang hilang dari peristiwa kebakaran dan terjadi dari lokasi kerja Bahan Bakar Minyak (BBM).
Kebakaran Depo Plumpang Pertamina (Persero-BUMN) bukan pertama kali terjadi musibah/accident peristiwa peledakan maupun kebakaran ditempat kerja pada Depo Pertamina Plumpang di Jakarta Utara, berdasarkan informasi yang terdata peristiwa kebakaran ini sudah terjadi ke 3 (ketiga) kalinya. Menimbulkan pertanyaan bagi kita, apakah Pertamina Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berplat merah mengabaikan sitim Keamanan Keselamatan Kerja yang seyogianya harus ada diperusahaan minyak secara umumnya dalam hal ini berskala Internasional? Tempat Kerja, Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Dari peristiwa kebakaran dan peledakan pada terminal Depo Plumpang Pertamina Jakarta Utara tersebut, terdapat hal yang agak terlupakan saat peristiwa tersebut terjadi yang sebenarnya sudah diatur dalam regulasi ketenagakerjaan yaitu konkritnya Undang-Undang (UU) Keselamatan Kerja serta peraturan perundangan terkait lainnya yang mengatur sumber-sumber produksi perlu dipergunakan secara aman yang memberi perlindungan tidak hanya para tenaga kerja yang bekerja ditempat kerja melainkan juga masyarakat dan lingkungan terletak pada sumber-sumber produksi itu berada,lebih khusus lagi terdapat resiko bahaya yang mengancam jiwa manusia,harta benda dan lingkungan sekitarnya. Regulasi perundangan dimaksud adalah UU No 1/1970 tentang Keselamatan Kerja, mencabut Veiligheidssreglement 1910 keselamatan kerja tersebut merupakan produk pemerintahan kolonial. Pada prinsipnya regulasi perundangan keselamatan kerja mengatur segala tempat kerja didarat, dalam tanah, dipermukaan air, didalam air maupun diudara, yang berada didalam wilayah Republik Indonesia. Demikian pula khusus ruang lingkup tempat kerja begitu luas seperti dimaksud dalam Pasal 2 UU Keselamatan Kerja dimaksud, apakah pihak Pertamina Depo Plumpang Jakarta Utara sudah memenuhi norma-norma UU Keselamatan Kerja mengatur khusus tempat kerja,yang seyogianya wajib dipenuhi norma-norma tersebut sesuai dengan azas hukum “Lex Specialis Derogat Lex Generalis“ yang artinya ketentuan bersifat khusus mengenyampingkan ketentuan bersifat umum. Mulai dari Presiden, Wakil Presiden, Menteri BUMN, Kapolri, Plt Gubernur DKI, Kapolda Metro, Pangdam Jaya serta aparat lainnya terjun langsung meninjau lokasi kebakaran yang diduga berasal dari gangguan teknis pipa saluran BBM jenis Pertamax, terjadinya ledakan dan kebakaran dasyat yang menimbulkan korban jiwa, luka bakar yang sebagian besar sekarang berada di RS Pertamina Pusat dan lainnya di Jakarta. Dirut maupun para Direksi Pertamina telah hadir dan memberi pernyataan Pertamina akan bertanggung jawab terhadap peristiwa kebakaran dan ledakan hari Jumat malam (3/3) lalu pada Depo Pertamnina Plumpang di Jakarta Utara tersebut. Kelalaian Manajemen dan Perbaikan Tatakelola ? Terdapat ketentuan-ketentuan lain sebagai pelaksanaan berkaitan dengan UU Keselamatan Kerja, misalnya keberadaan Manajemen Kelamatan dan Kesehatan Kerja (K3) krbrtadaan ahli K3 ditingkat perusahaan serta peran Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K 3). Melihat fakta korban jiwa, korban harta kerugian perusahaan maupun masyarakat yang berada disekitarnya, seperti disebut pada uraian diatas adalah tak ternilai baik dari sudut ekonomi maupun nilai kemanusiaan. Sebagaimana diketahui sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 05/MEN/1996 tentang Sistim Maajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SM K3) adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, proses dan sumberdaya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penetrapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman efisien dan produktif. Ketentuan ini sudah ada dan berlaku kurang lebih 27 Tahun lalu, namun apakah kehendak regulasi tersebut sudah dilaksanakan oleh Pertamnina perusahaan nasional bergerak dibidang Migas di republik ini? Pertanyaan ini harus terjawab pada waktu audit/pemeriksaan secara komprehensif sebab musabab terjadinya peristiwa kebakaran yang sangat merugikan Pertamina yang menolan korban harta dan jiwa manusia yang relatif besar! Aspek Hukum dan Pembinaan. Regulasi Keselamatan Kerja yaitu UU Keselmatan Kerja serta Peraturan Pelaksanaannya, jelas telah mengatur Keselamatan Kesehatan Kerja (K3), namun dugaan kita tidak berjalan sebagaimana mestinya. Padahal pengaturan tempat kerja dan ruang lingkupnya sangat luas seperti dalam uraian diatas. Pengawasan dan pembinaannya pada Pegawai Pengawas Keselamatan Kerja yang berada dibawah Kementerian Ketenagakerjaan RI. Pasca terjadinya ledakan dan kebakaran tersebut, belum terlihat dari Kementerian Ketenagakerjaan RI yang melakukan pemeriksaan resmi ataupun secara visual memberikan pernyataan resmi terhadap depo Pertamina Plumpang yang memberikan kontribusi 20% kebutuhan BBM tingkat nasional itu, mungkin mereka baru bangun tidur dan baru akan melaksanakan tugasnya walaupun sedikit terlambat. Sedangkan mulai dari pemimpin Negara RI, wakilnya, kementerian BUMN, POLRI/TNI, Plt Gubernur DKI, dan lainnya, malah telah memberikan opsi rekolasi tempat kerjanya, buffer zone atau penduduk yang berdomisili disekitar depo Pertamnina Plumpang Jakarta Utara. (*)
Kategori :