Hal sama dirasakan Yusfik (36), pemilik usaha ikan channa YFish Store. “Penjualan daring melipatgandakan omset saya, sebab mengandalkan penjualan langsung saja sulit terutama pas Covid-19. Hampir semua pelanggan memesan online,” terangnya.
Ia sendiri biasanya posting ke medsos Facebook dan Instagram YFish. “Pembeli melihat koleksi ikan saya dari sana. Tak hanya konsumen lokal/nusantara, juga mancanegara dari Vietnam, Thailand, Australia,” tuturnya. Jika tertarik customer order lewat chat, pembayaran transfer.
Meskipun order-nya 2-3 kali seminggu, tapi jumlahnya ribuan anakan atau indukan per customer dengan omset jutaan Rupiah. Ia mengirim ikan channa ke Aceh, Pekanbaru, Yogyakarta, Makasar, sampai Papua. “Kalau di Yfish Store, paling laku 1-5 ekor per pelanggan,” imbuh Ketua Sriwijaya Channa Community ini.
Padahal Yusfik pun mendapatkan bibit/indukan channa dari luar daerah. “Ikan channa impor India dan Myanmar. Ada pula channa lokal marulioides (gabus emperor) dari sungai-sungai Kalimantan atau limbata dari perairan pegunungan Pulau Jawa,” tandasnya.
Kabid UKM Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sumsel, Mega Nugraha menjelaskan pemanfaatan platform digital memberikan banyak keuntungan bagi UMKM. “Di online, mereka bisa punya toko tanpa modal, tak perlu sewa tempat dan bayar listrik. Dengan cost minim, UMKM dapat menjangkau konsumen lebih luas, go global, serta melipatgandakan omset 2-3 kali lipat. Digitalisasi ini potensi dan peluang UMKM untuk berkembang,” katanya beberapa waktu lalu.
Tapi memang, dari 800 ribu UMKM Sumsel, baru 30 persen go digital. Pihaknya masih terus mengupayakan digitalisasi semua UMKM, salah satunya rutin memberikan pelatihan dan pendampingan bekerja sama dengan platform digital seperti e-commerce. “Kita tahu bahwa UMKM ini penopang perekonomian. Jika UMKM maju, perekonomian kita cepat bertumbuh,” bebernya.
Kehadiran koperasi ikut mendorong anggota, khususnya pelaku usaha mikro berdaya saing karena fungsinya tak hanya mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi masyarakat, juga memberikan akses permodalan kepada UMKM yang belum bankable. Koperasi bahkan bisa menjembatani UMKM memperoleh dana bergulir dari Pemerintah.
Saat ini tercatat ada 131.031 koperasi aktif di Indonesia, dengan mayoritas (66 persen) koperasi simpan pinjam dan 80 persen skala mikro. Jumlah anggotanya 29 juta, volume usaha Rp197 triliun, dan aset Rp281 triliun. Data ini memperlihatkan, sebagaimana disampaikan Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, bahwasanya produktivitas koperasi masih rendah, aset yang besar tidak selaras dengan volume usahanya.
Untuk mengoptimalkan peran dan memajukannya, Koperasi perlu bertransformasi menjadi koperasi digital mengingat survei Kompas (2021) menunjukan hanya 0,73 persen koperasi adopsi teknologi digital. Koperasi produsen, pemasaran, atau jasa dapat menggunakan website/platform digital memasarkan produknya ke multi pihak, sementara koperasi simpan pinjam (KSP) bisa menerapkan konsep fintech P2P lending dalam memaksimalkan penyaluran pinjaman ke para anggotanya.
Namun perlu diingat, KSP dilarang memberikan pinjaman online ke borrower yang bukan anggotanya jika belum berizin OJK. Peraturan OJK Nomor 77/POJK.01/2016 menyebutkan penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi (Fintech P2P Lending) bisa berbentuk koperasi atau badan hukum PT dengan modal setor minimal Rp1 miliar saat pendaftaran, dan untuk permohonan izin wajib punya modal sendiri sebesar Rp2,5 miliar. Sejauh ini Fintech P2P Lending yang terdaftar 100 persen berbentuk PT, belum ada berbentuk koperasi. (*)