Imam Ibnu Katsir dalam tafsir Al-Qur’anul ‘adzim mengemukakan bahwa, pernyataan Nabi Ibrahim itulah yang kemudian dijadikan bahan ujian, yaitu Allah menguji Iman dan Taqwa Nabi Ibrahim melalui mimpinya yang haq, agar ia mengorbankan putranya yang kala itu masih berusia 7 tahun.
BACA JUGA:Ikuti Arab Saudi, Jamaah Masjid Al-Mustanir Laksanakan Sholat Idul Adha, Ini Kata Imamnya!
BACA JUGA:Sholat Idul Adha di Maskarebet: Mengikuti Amir Mekkah Meski Berbeda dengan Pemerintah
Anak yang sehat dan tampan, cerdas dan cekatan ini, diminta oleh Allah untuk dikurbankan dan disembelih dengan menggunakan tangannya sendiri. Sungguh sangat mengerikan! Peristiwa itu dinyatakan dalam Al-Qur’an Surah As-Shoffat : 102 :
Artinya: “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar". (QS As-shaffat: 102).
Ketika keduanya siap untuk melaksanakan perintah Allah. Iblis datang menggoda sang ayah, sang ibu dan sang anak silih berganti. Akan tetapi Nabi Ibrahim, Siti Hajar dan Nabi Ismail tidak tergoyah oleh bujuk rayuan iblis yang menggoda agar membatalkan niatnya. Bahkan Siti Hajar mengatakan, : ”jika memang benar perintah Allah, akupun siap untuk di sembelih sebagai gantinya puteraku Ismail.” Mereka melempar iblis dengan batu, mengusirnya pergi sampai tiga kali, dan Iblis pun lari tunggang langgang. Peristiwa melempar iblis inilah yang kemudian menjadi salah satu rangkaian ibadah haji yakni melempar jumrah yaitu jumrotul ula, jumrotul wustho, dan jumrotul ’aqobah yang dilaksanakan jamaah haji di Mina.
Setelah sampai disuatu tempat, dalam keadaan tenang Ismail berkata kepada ayahnya : ”Abi, ku harap kaki dan tanganku diikat, supaya aku tidak dapat bergerak leluasa, sehingga menyusahkan Abi, hadapkan mukaku ke tanah, supaya aku tidak melihat Abi, sebab kalau Abi melihat nanti akan merasa kasihan. Lepaskan bajuku, agar tidak terkena darah yang nantinya menimbulkan kenangan yang menyedihkan terhadap ibu. Asahlah tajam-tajam pisau abi, agar penyembelihan berjalan singkat, sebab sakaratul maut dahsyat sekali abi. Berikan bajuku kepada ibu untuk kenang-kenangan serta sampaikan salamku kepadanya supaya dia tetap sabar, saya dilindungi Allah SWT, jangan cerita bagaimana ayah mengikat tanganku. Jangan izinkan anak-anak sebayaku datang kerumah, agar kesedihan ibu tidak terulang kembali, dan apabila Abi melihat anak-anak sebayaku, janganlah terlampau jauh untuk diperhatikan, nanti Abi akan bersedih.”
Nabi Ibrahim menjawab ”baiklah anakku, Allah swt akan menolongmu”. Setelah Nabi Ismail as, putra tercinta ditelentangkan di atas sebuah batu, dan pisaupun diletakkan di atas lehernya, Nabi Ibrahim pun menyembelih dengan menekan pisau itu kuat-kuat, namun tidak mempan, bahkan tergorespun tidak.
Pada saat itu, Allah swt membuka dinding yang menghalangi pandangan malaikat di langit dan dibumi, mereka tunduk dan sujud kepada Allah SWT, takjub menyaksikan keduanya. ”lihatlah hambaku itu, rela dan senang hati menyembelih anaknya sendiri dengan pisau, karena semata-mata untuk memperoleh kerelaanku.
Sementara itu, Ismail pun berkata : ”Abi, bukalah ikatan kaki dan tanganku, agar Allah SWT tidak melihatku dalam keadaan terpaksa, dan letakkan pisau itu dileherku, supaya malaikat menyaksikan putra kholilullah Ibrahim taat dan patuh kepada perintah Allah SWT.” Ibrahim mengabulkannya, lantas membuka ikatan dan menekan pisau itu ke lehernya kuat-kuat, namun lehernya tidak apa-apa, bahkan bila ditekan, pisau itu berbalik, yang tajam berada di bagian atas. Ibrahim mencoba memotongkan pisau itu ke sebuah batu, ternyata batu yang keras itu terbelah. ”hai pisau, engkau sanggup membelah batu, tapi kenapa tidak sanggup memotong leher anakku” kata Ibrahim. Dengan izin Allah Swt, pisau itu menjawab, ”anda katakan potonglah, tapi Allah mengatakan jangan potong, mana mungkin aku memenuhi perintahmu wahai Ibrahim, jika akibatnya aku akan durhaka kepada Allah Swt”
Dalam waktu yang sama Allah Swt memerintahkan malaikat Jibril untuk mengambil seekor kibasy atau kambing dari surga sebagai gantinya. Dan Allah Swt berseru dengan firmannya, menyuruh menghentikan perbuatannya, tidak usah diteruskan pengorbanan terhadap anaknya. Allah telah meridloi ayah dan anak memasrahkan tawakkal mereka, sebagai imbalan keikhlasan mereka, Allah mencukupkan dengan penyembelihan seekor kibasy atau kambing sebagai korban, sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur’an surat As-Shaffat ayat 107-110:
Artinya : “Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Dan Kami mengabadikan untuknya (pujian yang baik) pada orang-orang yang datang Kemudian. Selamat Sejahtera dilimpahkan atas Ibrahim. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat kebaikan (QS. Ash-Shoffat 107-110).
Ikut menyaksikan peristiwa unik yang tidak ada bandingannya dalam sejarah umat manusia ini adalah malaikat Jibril. Malaikat Jibril menyaksikan ketaatan keduanya, setelah kembali dari syurga dengan membawa seekor kibas atau kambing. Beliau kagum dengan ketaatan Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as, sampai terlontar dari mulut malaikat Jibril ucapan : “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.” Ucapan itu disambut Nabi Ibrahim : “Laailaha illahu Allahu Akbar.” Ucapan nabi Ibrahim ini disambung oleh Nabi Ismail “Allahu Akbar Walillahil Hamd.’
Inilah sejarah awal dari ibadah kurban di Hari Raya Adha yang kita peringati pada pagi hari ini. Allah Maha pengasih dan Penyayang. Kurban yang diperintahkan tidak usah anak kita, cukup binatang ternak, baik kambing, sapi, kerbau maupun lainnya. Sebab Allah tahu, kita tidak akan mampu menjalaninya, jangankan memotong anak kita, memotong sebagian harta kita untuk menyembelih hewan qurban, kita masih terlalu banyak pertimbangan. Padahal kita memiliki kecukupan rezeki yang lebih dari orang lain.
Bagi seorang tokoh yang super sibuk, memotong sedikit waktu kesibukannya untuk sholat lima waktu, kadang-kadang banyak yang keberatan, karena dia sibuk terkadang shalatpun ditunda, melihat jam belum habis waktu sholatnya, karena fokus ke pekerjaan, akhirnya waktu shalatpun habis. Ternyata urusan pekerjaan kita lebih prioritas ketimbang hak Allah. Subhanallah terkadang Allah selalu dianaktirikan oleh kita. Hak Allah itu hanya menerima sisa-sisa waktu hambaNya, ketika ia sibuk.
Dari peristiwa nabi Allah nabi Ibrahim as dan nabi Ismail as, paling tidak, ada empat pembelajaran yang dapat kita ambil di hari raya Adha ini, yaitu :