SUMATERAEKSPRES.ID - Masih perlu banyak perbaikan dalam pendidikan di Indonesia. Salah satunya yaitu dalam penerapannya belum ada keseimbangan antara penilaian formatif dan sumatif di Sekolah khusunya di SD. Masih ditemukan soal ujian semester ataupun tes standar nasional yang merupakan penilaian sumatif yang dianggap siswa belum pernah menemukan soal tipe tersebut saat proses pembelajaran. Akhirnya hasil ujian tidak maksimal dan nilainya pun diberikan "dengan pertimbangan".
Lantas untuk apa ujian akhir sebagai penilaian sumatif ini dilakukan kalau penerapannya masih belum jelas? Coba kita renungkan, siswa usia SD diberikan beban dalam bentuk ujian untuk menentukan naik tidaknya ke kelas yang lebih tinggi ataupun untuk melanjutkan ke jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Tujuan dari penilaian seharusnya tidak hanya untuk menentukan nilai atau peringkat siswa, tetapi juga untuk meningkatkan pembelajaran. Umpan balik dari penilaian ini harus digunakan secara konstruktif untuk memandu pengajaran dan mendukung kebutuhan pembelajaran individu. Penilaian tersebut harus mengenali dan memperkuat bidang-bidang yang menjadi kekuatan, meningkatkan kepercayaan diri dan motivasi siswa.
Kita melihat bagaimana asesmen dalam pembelajaran di negara lain contoh Finlandia tidak mewajibkan siswa kelas 1 dan 2 untuk penilaian sumatif dalam bentuk yang ketat, Finlandia lebih berfokus pada pengembangan pendidikan dan pembelajaran siswa. Kemudian Singapuara, ujian untuk kelas 1 dan 2 Sekolah Dasar diganti dengan praktik penilaian holistik berbasis sekolah untuk mendukung pembelajaran, dikutip dari Berry and Adamson (2011) dalam bukunya yang berjudul Assessment Reform in Education.
BACA JUGA:Menggairahkan Kerja Sama Pendidikan Tinggi: Kemendikbudristek Jalin Kemitraan dengan Korea
BACA JUGA:UKT Tinggi, Pengamat Bilang Ini Bukti Komersialisasi Pendidikan Tinggi
Fokus pada perkembangan dan perbaikan pembelajaran melalui penilaian formatif lebih tepat untuk SD yaitu dengan kuis harian, diskusi kelas, observasi kinerja, penilaian diri, penilaian sejawat dan lainnya. Tetapi dengan catatan penerapan pemecahan masalah dalam pembelajaran perlu diutamakan, sehingga siswa akan memiliki keterampilan menyelesaikan masalah yang mendukung kemampuan berpikir kritis dan kemampuan penting lainnya, dan tentu saja kemampuan-kemampuan ini sangat berguna di masa depan siswa.
Penilaian Sumatif sebagai penilaian beresiko tinggi akan tepat ditujukan kepada siswa SMP dalam menentukan minat bidang ilmu yaitu sosial atau sains untuk melanjutkan ke jenjang menengah atas (SMA). Kemudian siswa SMA untuk menentukan minat melanjutkan ke Perguruan Tinggi.
Saya berharap Pemerintah dalam hal ini Kemendikbudristek dapat meninjau kembali penilaian dalam pembelajaran (Asesmen for Learning) di SD, untuk upaya menyelesaikan masalah terkait penilaian di SD dan upaya untuk memerdekaakan pendidikan siswa di SD.(*)