Dengan suara lembutnya Rasulullah berkata kepada Bilal, “Ya Bilal, Wa maa hadzal jafa? Hai Bilal, mengapa engkau tak mengunjungiku? Mengapa sampai seperti ini?“
Saat ia terbangun, tanpa pikir panjang, bilal kembali ke madinah, Setelah sekian lamanya tidak berkunjung ke Madinah, Bilal akhirnya kembali. Tangis kerinduannya membuncah saat ia menuju makam Rasulullah. Cinta yang tulus karena Allah kepada Baginda Nabi yang begitu dalam membuatnya merasa terhubung dengan masa indah saat Rasulullah masih hidup.
Bilal bin Rabbah berjalan dengan hati yang berat. Air matanya mengalir deras ketika ia mengingat masa indah saat Rasulullah masih hidup. Di tengah kesedihannya, dua pemuda mendekatinya. Sosok kedua pemuda tersebut ialah cucu Rasulullah Hasan dan Husein.
Bilal tua dengan penuh cinta memeluk kedua cucu kesayangan Rasulullah tersebut. Mereka juga merasakan kehilangan yang sama setelah wafatnya kakek mereka. Umar bin Khattab, yang telah menjadi Khalifah, turut haru melihat pemandangan ini. Ia tahu betapa besar pengaruh Bilal dalam sejarah Islam dan bagaimana adzan yang dulu dinyanyikan oleh Bilal menggetarkan hati semua orang.
BACA JUGA:Makanan Jatuh, Bolehkah Dimakan? Ini yang Diajarkan Rasulullah
Kemudian, salah satu cucu Rasulullah, mungkin dengan suara lirih, memohon kepada Bilal, “Paman, maukah engkau sekali saja mengumandangkan adzan untuk kami? Kami ingin mengenang kakek kami.”
Umar bin Khattab juga ikut meminta agar Bilal kembali melantunkan adzan di Masjid Nabawi, walaupun hanya satu kali saja. Bilal, dengan hati yang penuh kerinduan, mengabulkan permintaan cucu Rasulullah dan Khalifah Umar Bin Khattab.
Saat tiba waktu salat, Bilal naik ke puncak Masjid Nabawi, tempat di mana dulu ia sering mengumandangkan adzan. Suara merdunya kembali terdengar, dan seluruh Madinah terhenti. Semua orang berbondong-bondong menuju masjid, teringat kepada masa indah saat Rasulullah masih hidup dan menjadi imam salat berjamaah.
Tangisan Khalifah Umar bin Khattab terdengar paling keras. Bahkan Bilal yang mengumandangkan adzan tersebut tersedu-sedu dalam tangis, lidahnya tercekat, air matanya tak henti-hentinya mengalir.
Hari itu, Madinah mengenang kembali masa saat Rasulullah masih ada di antara mereka.
Adzan yang tak bisa dirampungkannya, karena kesedihan yang menghampirinya.