Oleh Ali Fauzi
SEKITAR Desember 1999. Kantor Harian Pagi Sumatera Ekspres (Sumeks) masih di bangunan lama. Di Jalan Jl Kolonel H Barlian, Palembang. Pinggir Hutan Wisata Punti Kayu. Sementara Graha Pena Palembang, kantor Sumeks sekarang, masih dalam bentuk tegak payung.
Semua calon wartawan saat itu, sekitar 10 orang, saya ajak ke gedung itu. Menaiki tangga sampai ke puncak bangunan --lantai VI.
“Berart nantinya Sumeks, koran pertama di Palembang yang punya gedung sendiri ya Mas…?” kata Nurseri, salah satu calon wartawan itu kepada saya selaku pemimpin redaksi Sumeks.
Nurseri dan kawan-kawannya saat itu tengah menjalani praktek langsung sebagai wartawan sumeks di lapangan. Sebelumnya mereka dinyatakan lulus tes seleksi, baik administrasi maupunn tertulis. Mereka mengalahkan sekitar 70 perserta tes lainnya.
Sampai dengan akhir 2002, saat saya beralih tugas ke Jambi, dari sekitar 10 orang itu tinggal sekitar lima orang yang tetap di Sumeks. Salah satunya Nurseri itu.
Bahkan pada 2015 dia menjadi pemimpin redaksi. Dan pada 2020 dipercaya menjadi general maneger (GM) harian terbesar di Sumatera Selatan itu.
Antara 1999 – 2002, saya tidak membawahi langsung Nurseri. Saat itu dia ditugaskan di desk (bagian) Metropolis –halaman di Sumeks yang memotret peristiwa-peristiwa pentng di Kota Palembang.
Hanya saja tiap kali rapat redaksi, Nurseri termasuk yang mengusulkan liputan-liputan berita yang menarik. Usulannya bukan saja liputan seputar Metropolis, tapi juga untuk desk-desk lainnya.
Selain itu, saya juga sering menugaskan Nurseri, ibarat pemain sepak bola, sebagai striker (penyerang).
Lulusan MIPA Unsri 1999 ini berhasil mewawancarai banyak narasumber yang sebelumnya sulit menerima wartawan lain.
Sebagai pemimpin redaksi, saya memang mesti memastkan semua berita yang direncanakan rapat redaksi malam sebelumnya, terutama berita utama setiap halaman dan berita investgasi, harus berhasil.
Tapi kadang di lapangan menemui banyak kendala. Salah satunya sulitnya menemui narasumber. Kala itulah saya
instruksikan Nurseri untuk menembus narasumber itu.
“Siap Mas. Doakan semoga bisa,” begitu kata wanita 48 tahun itu setiap kali ditugaskan mendadak.
Mungkin karena tuntutan pekerjaan terutama di lapangan, kebanyakan wartawati itu tomboy. Yang feminim pun biasanya menjadi tomboy.
Tapi, selama saya di Sumeks, Nurseri tidak lantas menjadi tomboy. Meski begitu, kerjanya cekatan.
Istilah bekas capres Ganjar Pranowo, Nurseri kerjanya sat-set.
Kamis 2 Mei 2024 malam, Alloh SWT memanggil wartawan yang sat set itu.
Terakhir saya ngobrol dengan almarhumah sekitar setahun lalu. Saat rapat grup di Graha Pena Sumeks. Duduk di tangga depan pintu. Bersama sejumlah
wartawan Sumeks. “Sehat-sehat Mas ya…., salam untuk keluarga,” kata Nurseri ketika saya mau pulang ke Jakarta. (*)
Kategori :