PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID - Semarak kontestasi Pilkada semakin terasa diseluruh daerah Sumatera Selatan. Tak terkecuali di Kabupaten Muara Enim. Partai Politik mulai membuka pendaftaran bagi para bakal calon yang ingin maju pada Pilkada November 2024 nanti.
Dinamika persaingan politik mulai panas, ditambah munculnya Hj Lidyawati ke Partai Amanat Nasional (PAN), yang merupakan Istri mantan Bupati Lahat, H. Cik Ujang.
Pengamat politik Bagindo Togar, menilai munculnya nama Lidyawati menarik perhatian publik. Menurutnya, dalam pemilihan legislatif 14 Februari 2024, kemarin, PAN di kabupaten Muaraenim memperoleh 5 kursi.
Jika ingin lolos jadi Balon Definitif butuh 20 persen dari 45 kursi, yakni atau sebanyak 9 kursi.
BACA JUGA:Alpian Maskoni Mendominasi Elektabilitas dalam Survei Pilkada Kota Pagar Alam, Potensi Menang?
"Artinya masih butuh 4 kursi lagi. Tentu saja dan sangat wajar bila didukung oleh Parpol Demokrat yang dipimpin sang Suami yang memperoleh 3 kursi," jelasnya.
Jika kolaborasi PAN dan Demokrat, selanjutnya hanya butuh 1 kursi lagi.
"Jika kursi sudah lenkap Hj Lidyawati akan melenggang lolos memasuki arena Pilkada kabupaten Muara Enim 27 November nanti. Ada 2 Parpol yang hanya memperoleh 1 kursi di kabupaten ini, yakni Partai Perindo dan Partai Hanura," jelasnya.
Bagindo juga menyarankan, agar Hj Lidyawati juga mendaftar diri melalui Partai Golkar. Partai berlambang pohon beringin ini sendiri memiliki 6 kursi dalam pileg kemarin. Jika ditambah Kursi Partai Demokrat, menjadi 9 kursi, sehingga cukup syarat untuk maju dalam Pilkada di Muara Enim.
BACA JUGA:Mantan Komisioner KPU Sumsel Berpotensi Berebut Kursi Kepala Daerah Lubuklinggau 2024, Ini Sosoknya
BACA JUGA:Duo Jurai Basemah Bakal Bersaing Sengit di Pilkada Sumsel 2024, Siapa Lebih Unggul?
Namun Bagindo yakin dengan adanya kemampuan lobby politik yang bersubstansi komitmen untuk Sepakat meningkatkan kesejahteraan rakyat. Meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) serta kwalitas tampilan pembangunan Daerah.
Mengingat dalam beberapa tahun terakhir terjadi stagnan pembangunan yang disebabkan pejabat pemerintah nya " tersandung" masalah hukum.
Sehingga kini Muaraenim masih dipimpin oleh Pejabat dengan status Pj, alias bukan Jabatan Definitif. Tentu saja memiliki wewenang maupun legitimasi secara politik maupun hukum.