SUMATERAEKSPRES.ID - Jepang semakin terbenam dalam ketakutan akan hilang tanpa jejak karena angka kelahiran terus merosot, membawa kekhawatiran mendalam atas masa depan populasi.
Namun, alasan di balik fenomena ini sangat unik dan mencengangkan.
Tingkat perkawinan dan kelahiran di Jepang mengalami penurunan dramatis, mencapai titik terendah dalam 90 tahun terakhir.
Jumlah pasangan yang sah tahun lalu turun menjadi 489.281, membawa negara itu masuk ke dalam krisis eksistensial.
BACA JUGA:Wow! Jepang Wajibkan Perusahaan Beri Cuti Ayah bagi Pekerja Pria, Ini Tujuannya!
BACA JUGA:7 Negara dengan Tingkat Kesepian Tertinggi di Dunia, Nomor 1 Hampir Setengah Populasi Penduduknya
Ketakutan akan menikah menjadi gejala utama. Para pemuda Jepang semakin enggan mengikat janji suci pernikahan, menciptakan lonjakan dalam populasi perjaka dan perawan yang tidak terbantahkan.
Penelitian menunjukkan bahwa faktor ekonomi memainkan peran penting dalam fenomena ini.
Para pria dengan pendapatan rendah memiliki peluang lebih besar untuk tetap lajang, mengungkapkan bahwa "uanglah yang berbicara."
Bahkan, survei terbaru menemukan bahwa 24,6% wanita Jepang dan 25,8% pria usia 18-39 tahun tidak pernah mengalami hubungan seksual.
BACA JUGA:Alasan Jepang Bikin Satelit Kayu Pertama yang Siap Meluncur ke Luar Angkasa, Ternyata Karena Hal Ini
BACA JUGA:5 Negara yang Juga Terkenal dengan Bunga Sakura Selain Jepang, Tebak Ada Indonesia Gak
Lonjakan ini diyakini sebagai hasil dari tekanan ekonomi dan lingkungan kerja yang tidak kondusif.
Fenomena ini memunculkan pertanyaan serius tentang dinamika pernikahan dan seks di Jepang.
Apakah ketidakaktifan seksual harus dianggap sebagai sesuatu yang eksotis atau malah menjadi perhatian utama? Dr. Peter Ueda, seorang pakar epidemiologi, menekankan perlunya penelitian lebih lanjut tentang dinamika pasar perkawinan dan perubahan nilai-nilai sosial.