JAKARTA, SUMATERAEKSPRES.ID - Zainal Arifin Mochtar, seorang ahli hukum tata negara dan konstitusi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), mengajukan permintaan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) untuk mengawasi Presiden Jokowi saat memasuki akhir masa jabatannya.
Menurutnya, langkah tersebut adalah langkah konstitusional yang dapat dilakukan untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh Presiden menjelang Pemilihan Presiden.
"Sebenarnya, dengan jumlah kursi partai-partai koalisi 01 dan 03 yang cukup, DPR sudah memiliki cukup kekuatan untuk mengawasi Presiden."
"Namun langkah ini sangat tergantung pada kesungguhan partai-partai tersebut," ungkapnya dalam Focus Group Discussion (FGD) yang diadakan oleh Nusantara 2045 di Jakarta pada Kamis (1/2/2024).
BACA JUGA:Jumlah Penderita DBD Meningkat, Begini Tanggapan Pj Wako dan Ketua DPRD
Mengacu pada pengalaman beberapa negara presidensial di dunia seperti Amerika Serikat, Ghana, Nigeria, Meksiko, dan Filipina, telah terlihat bahwa pembatasan kekuasaan presiden menjelang akhir masa jabatannya merupakan langkah yang penting.
Di Filipina, sebagai contoh, konstitusi melarang presiden untuk melakukan penunjukan jabatan di departemen atau lembaga pemerintah dalam dua bulan terakhir masa jabatannya dan sampai akhir masa jabatannya.
"Selain itu, undang-undang pemilu di Filipina juga melarang Presiden atau pemerintah untuk mengambil keputusan besar dalam 45 hari sebelum pemilihan nasional," tambahnya.
Zainal juga menekankan bahwa pelanggaran hukum dan konstitusi yang dilakukan oleh Presiden Jokowi, seperti yang terlihat dalam skandal Mahkamah Konstitusi, adalah tanggung jawab bersama.
BACA JUGA:Berulang Kali Tawuran, Pj Wako dan Ketua DPRD Restui Sekolah Beri Sanksi Tegas
BACA JUGA:Reses DPRD Sumsel di Puskes Lorok Pakjo, 17 Posyandu Dapat Sumbangan Makanan Tambahan
"Dapat dikatakan bahwa pemerintahan Presiden Jokowi telah menunjukkan kecenderungan otoritarianisme karena mendapatkan dukungan penuh dari semua kekuatan politik," tegas Zainal.
Ia juga menyatakan bahwa banyak pihak terlambat menyadari tindakan penyelewengan kekuasaan dan penindasan yang dilakukan oleh pemerintahan Presiden Jokowi.
"Kita ingat pada tahun 2019, seorang mahasiswa tewas dalam demonstrasi menentang revisi Undang-Undang KPK, namun tanggapan terhadap hal ini terbilang minim," ungkapnya.
"Oleh karena itu, penting untuk mempertimbangkan pengawasan dan pembatasan yang diperlukan terhadap Presiden Jokowi, melalui langkah-langkah pengawasan yang dilakukan oleh DPR, hal ini penting untuk menjaga demokrasi dan melindungi kepentingan publik," pungkasnya.