PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID - Harus diakui, perayaan tahun baru masehi adalah momen bergembira bagi masyarakat dunia.
Dan, itu memiliki akar sejarah yang menarik. Nah, pergantian tahun ini bukanlah fenomena baru.
Malah telah dirayakan sejak sekitar 4.000 tahun yang lalu, ketika bangsa Babilonia memulai tradisi ini pada tahun 1696-1654 SM.
Nah, bangsa Babilonia merayakan pergantian tahun baru dengan megah melalui festival keagamaan bernama Akitu, yang berlangsung selama 11 hari.
BACA JUGA:4 Panduan Memilih Skincare untuk Kulit Berjerawat, Nomor 3 Banyak yang Terjebak!
BACA JUGA:4 Bahan Skincare yang Sebaiknya Dihindari oleh Kulit Berjerawat, Cek Skincare-mu Sekarang!
Ritual ini merupakan bentuk penghormatan terhadap Dewa Langit Marduk yang dikisahkan sebagai pemenang melawan Dewi Laut yang jahat, Tiamat.
Sejarah mencatat bahwa penetapan 1 Januari sebagai awal tahun baru terkait erat dengan pengembangan penanggalan oleh bangsa Romawi kuno.
Pada abad ke-8 SM, Numa Pompilius menambahkan dua bulan, Januarius dan Februarius, dalam kalender Romawi.
Namun, perubahan signifikan terjadi ketika Julius Caesar menyempurnakan penanggalan Masehi dengan menamai bulan pertama sebagai Janus, dewa Romawi dengan dua muka yang melambangkan masa lalu dan masa depan.
BACA JUGA:Nah Loh, Baba Vanga Ramal Hal Gelap di Tahun 2024, Salah Satunya Nasib Presiden ini!
Penghormatan terhadap dewa Janus membuat 1 Januari ditetapkan sebagai awal tahun baru.
Masyarakat Romawi merayakannya dengan pengorbanan kepada dewa, pertukaran hadiah, dekorasi rumah, dan partisipasi dalam berbagai pesta.
Seiring berjalannya waktu, Kekuasaan Kekristenan di Eropa memberi dimensi religius pada pergantian tahun, dengan tanggal 25 Desember dan 22-25 Maret ditandai sebagai Hari Natal dan Paskah.