Sekda Muratara, Elvandary, menyatakan bahwa pihaknya sedang berusaha mencari solusi terbaik. Dia menekankan bahwa Pemda dibuat ambigu oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), terutama terkait opsi pengambilan nilai serdik sebanyak 30 persen.
"Saat pengumuman pada 22 Desember, jika diumumkan masalah, dan jika tidak diumumkan juga jadi masalah," ungkapnya.
Namun, anggota DPRD Muratara, Ahmad Yudi Nugraha, langsung mempertanyakan dasar penilaian serdik. Dia menyoroti adanya 10 kategori penilaian serdik dengan persentase yang bervariasi, menciptakan polemik di kalangan peserta.
Dalam mediasi tersebut, Dinas Pendidikan dan BKPSDM Muratara gagal memberikan penjelasan yang memuaskan terkait juklak dan juknis penilaian.
Ketua DPRD Muratara, Efriyansah, kemudian mengambil alih jalannya mediasi, menyatakan bahwa tidak akan ada keputusan hingga sore hari ini.
"Kita status quokan jangan diproses dulu, nanti jadi blunder. Kita benahi dulu konsultasi ke pusat. Jangan diteruskan, nanti jika kita berdebat di sini kito agek ado yang belago," ungkapnya.
Hasil rapat mediasi menunjukkan bahwa DPRD Muratara menyetujui penghapusan penilaian Seleksi Kompetensi Teknis Tambahan (SKTT) dan meminta Panitia Seleksi (Pansel) Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) mengumumkan penilaian berdasarkan hasil seleksi Computer Assisted Test (CAT).
Keputusan ini diambil karena penilaian yang dilakukan dianggap cacat secara prosedural dan tanpa mekanisme yang jelas.
Kesepakatan ini mendapat persetujuan dari Pemerintah Daerah Muratara, yang dihadiri oleh Sekda, Dinas Pendidikan dan BKPSDM, seluruh komisi DPRD Muratara, serta peserta seleksi PPPK yang mengikuti mediasi di DPRD Muratara. (zul)
Seleksi PPPK Muratara 2023, Mediasi DPRD Muratara, Ketidakadilan Hasil Seleksi PPPK, Penilaian Serdik Kontroversial, Solusi Terbaik Peserta Seleksi PPPK, Pansel Menpan RB, Polemik Penilaian SKTT,