Cabang muara paling kiri disebut Muara Badak. Kerumunan kapal besar tadi tidak jauh dari Muara Badak itu.
Itulah kapal-kapal yang menunggu tongkang.
Tidak bisa masuk sungai Mahakam. Batubara diangkut dengan tongkang. Menyusuri sungai Mahakam. Satu tongkang berisi sekitar 7.500 ton batubara. Tongkang ditarik melewati Muara Badak. Lalu menuju kapal besar.
Di tengah laut itulah batubara dipindahkan. Dari tongkang ke kapal besar. Kalau satu kapal berisi 100.000 ton, berarti 15 tongkang yang harus memindahkan muatan.
Betapa sibuknya bongkar muat batubara di tengah laut itu. Kejujuran mendapatkan ujian terbesarnya di tengah laut. Saat pesawat melewati sungai Mahakam saya menoleh ke jendela kanan: ampuuuuuun!!!
Sungai Mahakam padat dengan tongkang! Bajurut. Bakajal. Seperti tentara Korea Utara yang sedang latihan perang.
Saya kembali tertegun. Sebentar. Saya segera sadar: harus menghitung tongkang itu. Belum selesai menghitung pesawat sudah melewati sungai Mahakam. Hitungan saya berhenti di angka 112. Masih banyak lagi.
Pemandangan pun berubah. Terlihat tanah Borneo bopeng-bopeng. Bopeng-bopeng. Bopeng-bopeng. Sejauh mata memandang: galian batubara.
Triliunan rupiah digaruk dari permukaan wajah tembem remajanya. Saya lama tertegun-tegun. Lalu melintaslah nama-nama orang yang menjadi kaya raya dari bopengan itu.
Hanya pemandangan baru yang membuat saya bangun dari lamunan: tampak jalan tol Samarinda-Balikpapan.
Pesawat pun seperti menyusuri sebelah kiri jalan tol sepanjang 87 km.
Jalan tol itu menuju Balikpapan. Pesawat saya juga menuju Balikpapan. Ujung jalan tol itu tidak jauh dari bandara Balikpapan. Pesawat saya juga sudah mulai menurunkan ketinggian.
Sudah 50 menit saya bersama pesawat Pegasus ini.Saya bisa melihat mobil berhenti di pintu terakhir tol. Saya juga sudah bisa melihat ujung landasan. Landing. Mulus. Pegasus. Hanya hati saya yang bergolak.(*)