PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID - Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) membutuhkan akses pembiayaan yang mudah dan murah.
Digitalisasi keuangan memang menjadi solusi. Namun, tanpa literasi keuangan yang mumpuni justru membuat masyarakat menghadapi risiko keuangan yang tinggi.
Berdasarkan hasil survei nasional literasi dan inklusi keuangan (SNLIK) 2022, indeks inklusi keuangan nasional tercatat 85,10 persen. Sementara indeks literasi keuangan nasional sebesar 49,68 persen.
Dari data tersebut tingkat inklusi yang tinggi tidak diimbangi dengan pemahaman yang mumpuni dari masyarakat.
Artinya, perlu edukasi yang lebih masif. Khususnya, terkait strategi membangun ketahanan dan pertumbuhan usaha.
BACA JUGA:Optimalkan Pembinaan UMKM hingga Naik Kelas dan Go International
Agar mampu menganalisis potensi dan tantangan. Sehingga, dapat mengembangkan usaha yang berdampak.
Laporan Modalku menunjukkan sekitar 51 persen UMKM Indonesia memulai bisnis dengan modal awal yang diperoleh dari tabungan pribadi maupun dukungan finansial dari keluarga atau teman.
Sebanyak 31 persen pendanaan diperoleh dari perbankan. Sisanya sebesar 3 persen melalui pendanaan alternatif seperti perusahaan fintech dan investor.
"Survei ini menegaskan dan memperluas pemahaman tentang UMKM untuk melayani mereka lebih baik, dengan mempermudah akses pendanaan dan masuk ke dalam manajemen arus kas," kata Country Head Modalku Arthur Adisusanto.
Menurut dia, business term loan merupakan pendanaan bisnis yang memberikan kontribusi terbesar mencapai 74 persen. Kemudian diikuti oleh produk account payable financing sebanyak 25 persen dan produk invoice financing 22 persen.
"Sebagian besar UMKM lebih memperhatikan hutang dibanding piutang, khususnya kemampuan mereka membayar supplier," ungkapnya.
BACA JUGA:BSB Dorong Ekonomi Kerakyatan Melalui KUR untuk UMKM
Transfer bank masih menjadi metode pembayaran paling populer. Hampir 90 persen UMKM membayar supplier melalui transfer bank. Serta, 88 persen menerima pembayaran dari pelanggan melalui metode yang sama.
"Transaksi tunai juga masih memainkan peran besar dimana 51 persen responden di Indonesia mengatakan bahwa mereka mengandalkan uang tunai untuk membayar supplier dan menerima pembayaran dari pelanggan," beber Arthur.