PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID - Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) kembali meraih penghargaaan di sektor pariwisata dan budaya. Tidak hanya satu, tapi enam sekaligus dalam satu hari. Menjadi bukti kerja dan pembangunan kepariwisataan di Bumi Sriwijaya sudah berada di jalur yang tepat.
Kabar bahagia ini disampaikan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Sumsel, Dr H Aufa Syahrizal SP MSc, Rabu (25/10). Untuk bidang pariwisata, Sumsel mendapatkan nominasi sebagai Destinasi Ramah Muslim.
“Alhamdulillah hari ini (Rabu) Provinsi Sumsel berhasil menerima penghargaan nominasi sebagai Destinasi Ramah Muslim 2023,” kata Aufa.
Penghargaan itu diserahkan langsung oleh Menteri Pariwisata dan Ekononi Kreatif (Menparekraf) RI, Sandiaga Uno. Penyerahan penghargaan berlangsung dalam acara The 5th International Halal Tourism Summit (IHTS) 2023 di Jakarta Convention Center (JCC). Dijelaskan Aufa, sebelum mendapatkan penghargaan ini, ada tim dari pusat yang datang ke daerah. Termasuk ke Provinsi Sumsel.
“Tim datang dan mengunjungi sendiri beberapa destinasi wisata yang ada di wilayah Sumsel, khususnya di Palembang,” bebernya.
Menurut Aufa, objek yang dinilai mulai dari Bandara Internasional SMB II, hotel, restoran, usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) hingga destinasi wisata yang ada di kota pempek.
Ada pun untuk destinasi yang dinilai utamanya destinasi religi. Seperti masjid dan restoran untuk penilaian halal food. “Dalam peninjauan dan penilaian ke titik-titik tersebut, tim dari pusat ini juga menilai ketersediaan dan kelayakan tempat ibadah,” tambahnya.
Raihan penghargaan Destinasi Ramah Muslim ini menunjukkan potensi wisata yang ada di Sumsel. Untuk bisa terus dikembangkan ke depan. “Harapan kita, dengan Sumsel masuk nominasi Destinasi Ramah Muslim bisa makin banyak wisatawan yang datang berkunjung,” imbuh Aufa.
Selain penghargaan nominasi Destinasi Ramah Muslim Sumsel akan menerima pula lima sertifikat Warisan Budaya Tak Benda (WBTB). Ada pun kelima sertifikat tersebut yakni Incang-Incang dan Musik Jidur dari Kabupaten OKI. Lalu, Kapal Telok Abang dari Palembang, Tari Erai-Erai dari Kabupaten Lahat dan Sedekah Balag dari Kabupaten OKU Timur.
“Total sertifikat yang sudah berhasil diterima untuk Warisan Budaya Tak Benda Sumsel sejak 2013-2023 berjumlah 49 sertifikat,” beber Aufa. Dijelaskannya, Incang-incang dari OKI ini persisnya asal Pedamaran. Merupakan sastra lisan yang menyerupai pantun. Disampaikan dengan irama yang khas.
Incang-incang memiliki ketentuan rima a-b a-b, dua baris pertama sampiran, sedangkan dua baris terakhir merupakan isi. Tetapi adakalanya, dalam satu bait incang-incang merupakan isi semua. Incang-incang menjadi tradisi masyarakat Pedamaran, baik yang sudah berusia tua, maupun generasi muda. Keberadaannya menyatu dalam berbagai kegiatan kehidupan.
Seringkali terdengar dari mulut ibu-ibu ketika menganyam tikar purun. Begitu pula saat mereka hendak menidurkan anak bayi. Incang-incang juga diigunakan bujang gadis muda ketika mereka berkumpul daalam satu acara tradisi.
“Pada intinya, incang-incang digunakan untuk menyampaikan suasana isi hati,” jelas Aufa. Ditinjau dari isinya, ada tiga jenis incang-incang, yakni incang-incang pergaulan, incang- incang nyeding sukat (nasib malang), serta incang-incang tentang kehidupan dan keagamaan.
Saat ini, perkembangan incang-incang masih cukup bagus. Hampir rata-rata masyarakat mengetahui dan memahami keberadaan incang-incang dan ada beberapa di antaranya dapat menembangkannya dengan baik. “Sebagai sebuah warisan budaya takbenda (intangible cultural heritage) incang-incang perlu mendapat perhatian untuk dilestarikan dan dikembangkan,” tuturnya.
Untuk Musik Jidur/Tanjidur yaitu musik instrumentalia seperti musik orkesta. Namun anggotanya lebih sedikit dari musik orkesta. Hanya sekitar 12 orang. Musik Jidur ini dipakai untuk mengarak penganten keliling dusun, disebut ‘Berarak’. Masih eksis hingga sekarang. Di OKI dan sekitarnya banyak menggunakan Musik Jidur/Tanjidor dari Pedamaran. Dulunya,musik ini dibuat oleh penjajah Portugis dan dikembangkan di Indonesia di Sumsel oleh Belanda. Berkembang di pedamaran pada awal abad 19, dibuat oleh orang Palembang yang menetap di Desa Cinta Jaya Pedamaran.