Sehari kemudian muncul penjelasan GM. Panjang. Tentang banner itu. Tentang lainnya juga. "Nama saya Goenawan Mohamad. Dalam paspor ada tambahan Susatyo di tengahnya".
Penjelasan itu seperti hendak meluruskan bahwa banner tersebut bukan buatannya. Nama di akhir banner itu tertulis Gunawan Muhammad. Seolah banner itu hoax.
Ternyata isi banner itu sama saja dengan penjelasan panjang GM. Bahkan lebih menohok. Kekecewaan GM diuraikan lebih di penjelasan panjang. Juga lebih runtut. Dengan bahasa khas GM yang istimewa dan sulit ditiru.
Di bagian awal berisi pujian untuk Jokowi. Setinggi ars. Jokowi adalah presiden terbaik sepanjang sejarah republik. Jokowi sangat dicintai rakyat. Juga presiden yang bersih.
Diuraikan juga perannya dalam memenangkan Jokowi di kala Pilpres.
Termasuk menyelenggarakan pertunjukan musik tujuh malam. Sampai di usianya yang sudah tua –sekarang 82 tahun– ikut berjalan kaki siang hari bersama rombongan pedagang kaki lima dari Dukuh Atas sampai ke istana. Yakni dalam pesta rakyat atas kemenangan Jokowi.
Setelah itu mulailah GM menguraikan kesedihan dan kekecewaannya. Di akhir periode kedua Jokowi ternyata melakukan apa yang dilakukan Presiden Soeharto. Soal anak-anaknya.
Di akhir tulisan GM lebih optimistis. Ia percaya masih tetap ada harapan. Tentu, siapa tahu Mahkamah Konstitusi tidak mengabulkan permohonan memudakan usia calon presiden dan cawapres –dari 40 tahun ke 30.
Atau memutuskan itu, tapi baru berlaku di Pilpres 2029. Dengan begitu Gibran, 36 tahun, belum bisa maju sebagai cawapres Prabowo.
Apakah tokoh sealiran dan sekaliber GM lainnya juga akan menulis hal yang serupa?
Saya menghubungi Butet Kartaredjasa. Kemarin pagi.
''Saya harus lebih alus, lebih sopan,'' jawab Butet. ''Dan ora kesusu,'' tambahnya. ''Kan MK belum menyatakan keputusan final,'' katanya.
Saya sendiri punya harapan. Khas pengusaha. Perang ini cepatlah berlalu. Termasuk perang politik. Keadaan yang tidak menentu tidaklah nyaman. Di hati. Dan di ekonomi. (*)