PALEMBANG - Indonesia pernah terpukul akibat anjloknya harga batu bara di pasar global. Setelah mencapai puncaknya di 2011, Harga Acuan Batu bara (HBA) turun dari US$127,05 per ton ke US$54,43/ton. Dampaknya hampir semua kinerja perusahaan pertambangan saat itu terganggu, termasuk PT Bukit Asam Tbk (PTBA). Pendapatan negara dari sektor batu bara turun cepat.
Dihadapkan situasi turunnya harga batu bara di pasar global pada masa itu, sejumlah perusahaan energi dan pertambangan melakukan berbagai upaya aksi korporasi, termasuk PTBA. Tanpa efisiensi biaya produksi, potensi kerugian akan membahayakan jalannya roda perusaBahkan, lebih jauh dapat membahayakan keamanan pasokan batu bara untuk kepentingan keandalan kelistrikan nasional. Mengingat PTBA merupakan pemasok Domestic Market Obligation (DMO) batu bara terbesar di dalam negeri. Pilihan mengakuisisi perusahaan jasa pertambangan, dan diintegrasi dalam operasi produksi PTBA adalah langkah strategis yang tepat. Pilihan mengakuisisi PT Satria Bahan Sarana (SBS) di 2015, lewat anak Perusahaan PT Bukit Multi Investama (PT BMI), dipastikan mampu menekan biaya produksi. Proses pengeboran, pengupasan tanah (overburden removal), pemindahan dan pengangkutan tanah penutup, sekaligus penyewaan alat-alat berat dan tenaga operasional/operator alat-alat berat menjadi pekerjaan utama PT SBS.
Kategori :