Hilirisasi Kristalina

Rabu 13 Sep 2023 - 22:13 WIB
Reporter : Edi Purnomo
Editor : Edi Purnomo

SUMATERAEKSPRES.ID - SAYA melihat koin di balik sikap Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva. Ada sisi luar dan sisi dalam.

Yakni ketika pimpinan Dana Moneter Internasional itu ke Jakarta (lagi) pekan lalu.

Di satu sisi Kristalina memang harus memperbaiki sikapnyi. Terutama mengenai kebijakan baru Indonesia di bidang nikel.

Sisi lain Kristalina tetap ingin agar deglobalisasi perdagangan harus dicegah.

Kristalina pertama ke Jakarta tahun 1988. Dia mendampingi pimpinan IMF yang sangat terkenal saat itu: Michel Camdessus.

Yakni ketika Presiden Soeharto akhirnya ''menyerah'' ke  IMF –yang hasilnya justru bikin Indonesia hancur.

Padahal dengan menyerah ke IMF Soeharto berharap Indonesia bisa keluar dari krisis moneter. Hasilnya: ekonomi ambruk, Soeharto jatuh. 

Kristalina ke Jakarta lagi pekan lalu untuk menghadiri KTT ASEAN di Jakarta. Di situlah, seperti yang dia janjikan, Kritalina bertemu Menko Kemaritiman dan Investasi LuhutBinsarPandjaitan.

Janji bertemu itu disampaikan Kristalina bulan lalu di kantor IMF di Washington DC. Yakni saat  Luhut mampir Amerika Serikat dalam perjalanan pulang dari mencari daging sapi di Brasil.

Di DC, Luhut menyatakan keberatan atas pernyataan Kritalina soal nikel. Apalagi sampai pada permintaannyi untuk mencabut larangan ekspor.

Titik berat Kristalina memang di larangan ekspornya. Larangan apa saja. Kali itu dia bicara soal larangan ekspor nikel Indonesia.

Padahal Luhut sangat membanggakan sukses hilirisasinikel. Luhut adalah panglima hilirisasi. Program itu tidak akan jalan kalau tidak ada larangan ekspor.

Yang dilarang Indonesia sebenarnya bukan ekspor nikel. Di sini Kritalina kurang dapat masukan yang cukup.

Yang dilarang adalah ekspor bahan mentah nikel. Disebut ore. Yang isinya hampir 100 persen tanah dan air Indonesia. Kandungan nikelnya hanya sekitar 1,6 persen.

Ekspor nikelnya sendiri tidak dilarang. Ore itu harus diolah di dalam negeri. Diproses di pabrik  smelter di Indonesia.

Setelah didapat nikelnya, silakan diekspor. Bahkan semuanya saja. Toh belum ada industri yang bisa mengolah nikel itu di dalam negeri. Masih harus ada hilirisasi berikutnya lagi.

Tags :
Kategori :

Terkait